REPUBLIKA.CO.ID,MAKKAH – Para arkeolog tengah bersiap untuk mengungkapkan rute yang pernah melayani ribuan peziarah setiap tahun, yakni Jalur Zubaida. Jalur Zubaida yang juga disebut rute ziarah Kufi adalah jalur bersejarah yang membentang lebih dari 1.600 km dari Kufah di Irak hingga Makkah. Jalur kuno tersebut dulunya merupakan jalur perdagangan umum di era pra-Islam dan kemudian digunakan oleh jamaah setelah penyebaran Islam.
Kementerian Pariwisata Saudi memberikan izin kepada para arkeolog dari Universitas Hail yang dibantu oleh beberapa tenaga asing untuk mulai eksplorasi dan penggalian di situs-situs di Fayd dan Al-Bayyaith.
Rektor Universitas Hail, Dr. Khalil al-Ibrahim mengatakan kepada Arab News departemen pariwisata dan arkeologi telah menandatangani beberapa perjanjian dengan kementerian pariwisata untuk mengeksplorasi situs arkeologi yang belum dimanfaatkan di wilayah tersebut.
“Banyak kota Islam dan situs arkeologi di Jalur Zubaida di Hail belum dieksplorasi dan digali. Padahal area itu menyimpan sejumlah informasi dan peninggalan arkeologi tersembunyi,” kata al-Ibrahim.
Nama Zubaidah diambil dari istri khalifah Abbasiyah, yakni Zubaida binti Ja’far al-Mansour. Dia menikah dengan Haroun al-Rasheed. Jalur Zubaidah merupakan salah satu rute utama bagi peziarah dan pedagang haji selama Dinasti Abbasiyah. Kala itu, sang khalifah membangun tangki air, sumur, dan menara di sepanjang jalan setapak yang akhirnya memperluas rute untuk peziarah atau orang yang berpergian.
Di situs di Hail, para arkeolog lokal juga menerima pelatihan. Beberapa arkeolog asing termasuk dari Australia menyatakan keinginannya untuk mengerjakan situs di Hail. Al-Ibrahim mengatakan pemerintah Saudi sangat mementingkan arkeologi. Mereka telah mengubah hukum warisan Saudi dan program pelestarian untuk menyelamatkan situs-situs kuno.
Dilansir Arab News, Senin (15/3), Hail merupakan situs arkeologi penting yang berasal dari periode sejarah yang berbeda termasuk zaman pra-Islam. Ada beberapa alat kuno ditemukan, misal bangunan, gundukan kuburan, dan ukiran milik peradaban Tsamud.
“Arkeologi Hail lebih unik dan berbeda dari yang ditemukan di daerah lain di Saudi terutama pahatan batu yang berlimpah di Hail. Beberapa situs sudah terdaftar di Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) seperti Jubbah dan Al-Shuwaymis yang sarat dengan ukiran batu,” ujar dia.
Meskipun penggalian di Fayd sudah memasuki tahun kedelapan, para arkeolog baru-baru ini menerima peralatan canggih dan laboratorium guna membantu dalam penelitiannya. Pemerintah Saudi juga telah mendirikan pusat penelitian arkeologi dan menyusun undang-undang untuk memfasilitasi pekerjaan para ahli asing di Saudi. Lebih dari 20 proyek asing sekarang sedang dikerjakan di Arab Saudi untuk mengungkap kekayaan sejarah Saudi.
“Arkeologi membutuhkan upaya kolektif dan bekerja sama dengan tenaga asing karena akan membawa manfaat akademis bagi mahasiswa dan profesor yang bisa mengasah keterampilan mereka. Pihak universitas mengizinkan mahasiswanya untuk mengambil bagian dalam pelatihan yang ditawarkan oleh misi asing tentang eksplorasi dan penggalian,” kata dia.