REPUBLIKA.CO.ID, PT Sumber Mineral Nusantara (SMN) berdasarkan informasi resmi yang diunggah di laman Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, mendapatkan izin untuk menjalankan aktivitas produksi/eksploitasi tambang emas di Kabupaten Trenggalek. Izin usaha pertambangan (IUP) Nomor P2T/57/15/02/VI/2019 kepada PT SMN itu berlaku selama 10 tahun terhitung mulai 24 Juni 2019 hingga 24 Juni 2029 dengan luasan lahan mencapai 12.813 hektare.
Menurut IUP tersebut, peta pertambangan emas yang bisa dieskploitasi PT SMN tersebar di sembilan kecamatan, mulai Watulimo, Kampak, Munjungan, Dongko, Gandusari, Karangan, Suruh, Pule, hingga Trenggalek. Bupati Trenggalek Mochammad Nur Arifin, dengan tegas menolak rencana eksploitasi tambang emas di wilayahnya oleh PT SMN.
Ada beberapa alasan yang menjadi dasar penolakan Nur Arifin terhadap rencana penambangan emas di wilayahnya tersebut. Selain alasan adanya implementasi aturan yang bertabrakan, kata Bupati, izin eksploitasi untuk PT SMN tidak sejalan dengan rencana tata ruang wilayah dan tidak visibel dengan kondisi sosial daerah itu yang mayoritas menolak sejak eksplorasi.
"Awal ada sesuatu yang menurut saya tidak selesai pada saat eksplorasi, kemudian naik menjadi izin eksploitasi. Saya jadi gagal paham," kata Bupati Nur Arifin dalam klarifikasi tertulisnya diterima awak media di Trenggalek, Jatim, Kamis (11/3).
Nur Arifin mengakui, dirinya sempat mendukung kegiatan eksplorasi oleh PT SMN karena pihaknya ingin tahu seperti apa potensi sumber daya Trenggalek. Selain itu, sejauh mana visibility untuk ditambang, dan bagaimana pula nanti kontribusinya terhadap masyarakat. Akan tetapi, menurut dia, kajian itu sampai sekarang belum ada.
Baca juga : Awal Pekan, Harga Emas Antam Terkoreksi Rp 2.000 per Gram
Nur Arifin juga mempertanyakan ketidakjelasan keuntungan untuk masyarakat Trenggalek jika PT SMN jadi melakukan eksploitasi. Hal ini membuat dia berkesimpulan bahwa masyarakat di sekitar objek pertambangan tidak banyak merasakan manfaat dari kegiatan eksploitasi itu.
Sebaliknya, justru lingkungan menjadi rusak, lahan pertanian/perkebunan terkalahkan, permukiman tergusur, dan resistensi sosial meningkat. Dan jika eksploitasi berada di kawasan hutan lindung, tambang emas tersebut harus secara tertutup. Kalau tertutup atau melakukan penambangan bawah tanah, akan terbentur dengan kawasan endokarst.
"Karena masih banyak aturan yang harus diselaraskan, masih banyak kepentingan warga yang harus diperjuangkan, dan yang paling penting ada kepentingan alam yang harus kita lestarikan," katanya.
Arifin juga mempertimbangkan fakta munculnya gelombang penolakan dari masyarakat saat masih eksplorasi di Desa Sumberbening, Kecamatan Dongko maupun Desa Dukuh, Kecamatan Watulimo. Namun, kata dia, resistensi sosial itu sama sekali tidak menjadi pertimbangan pihak ESDM sehingga keluar IUP dengan tetap memasukkan daerah yang berpotensi terjadi gesekan/penolakan jika eksploitasi jadi dilakukan PT SMN.
"Maka, sikap saya menolak penambangan emas. Kalau masalah administratif, pemberian izin dan sebagainya, ya, kami persilakan. Akan tetapi, untuk menambang nanti dulu," kata Bupati Nur Arifin.
Nur Arifin menyatakan, pihaknya segera bersurat ke Pemprov Jawa Timur perihal permohonan mengkaji ulang izin tambang emas untuk PT SMN. Dalam surat resmi yang dilayangkan tersebut, Arifin akan menyampaikan aspirasi dan semua alasannya yang menolak penambangan emas di Trenggalek kepada Gubernur Khofifah Indar Parawansa.
Baca juga : Warga Terdampak Proyek MNC Lido City Menolak Pindah
Ia menyebutkan, ada beberapa pertimbangan sehingga dia bersama bersama jajaran "kabinet" dan warganya kukuh menolak penambangan emas, apalagi dalam skala masif dan luas. Bupati yang akrab disapa Gus Ipin ini menegaskan bahwa rencana pembukaan areal tambang emas tidak sesuai dengan visi dan misi dan programnya, yakni menjadikan Trenggalek Meroket, artinya maju ekonomi rakyatnya, orang-orangnya kreatif, dan ekosistemnya terjaga.
Nur Arifin menyatakan lebih baik memilih mengelola "emas hijau" (hutan) dan "emas biru" (laut) ketimbang mempertaruhkan keseimbangan lingkungan dan pranata sosial untuk kepentingan korporasi tambang emas di daerahnya. "Jadi, Trenggalek orientasi ekonominya lebih baik mengelola emas hijau dan emas biru dibanding dengan tambang emas," kata Nur Arifin.