Ada 22 kasus penggumpalan darah setelah divaksinasi AstraZeneca.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara Eropa, Asia, dan Afrika menghentikan penyuntikan vaksin AstraZeneca. Pemicunya, beberapa orang mengembangkan penggumpalan darah setelah divaksinasi dan efikasinya rendah hadapi mutasi.
Kontroversi vaksin AstraZeneca/Oxford buatan Inggris terus bergulir. Setelah Austria Senin (8/3) menghentikan sementara penyuntikan vaksin AstraZeneca, sembari menunggu hasil investigasi kasus kematian akibat penggumpalan darah dan emboli paru-paru, otoritas kesehatan di Denmark juga menghentikan penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca.
Dilaporkan, sedikitnya 22 kasus penggumpalan darah dan emboli paru-paru di antara tiga juta orang yang sudah mendapat suntikan vaksin AstraZeneca hingga tanggal 9 Maret 2021. Bahkan ada laporan kasus kematian, walau belum bisa dikonfirmasi apakah akibat langsung vaksinasi.
Otoritas kesehatan Denmark mengumumkan, mulai Kamis (11/3) menghentikan penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca selama 14 hari. Hal ini terkait laporan dari beberapa warga yang mengembangkan kasus serius penggumpalan darah setelah diimunisasi. Bahkan dilaporkan adanya satu kasus kematian.
"Walau begitu, sementara ini tidak memungkinkan untuk menarik kesimpulan, apakah hal itu ada kaitan langsung dengan vaksinnya. Kami melakukan tindakan antisipasi dini, dan kasus ini harus diinvestigasi secara menyeluruh,” kata Menteri Kesehatan Denmark, Magnus Heunicke, lewat Twitter.
Baca juga : Irlandia Tangguhkan Penggunaan Vaksin AstraZeneca
Kementerian Kesehatan di Kopenhagen terus melakukan investigasi terkait kasus itu. Juga menyerukan penyelidikan oleh lembaga pengawas obat-obatan Eropa EMA. Demikian pernyataan dalam situs web Kementrian Kesehatan Denmark. Izin penggunaan vaksin AstraZenecca diterbitkan EMA akhir Januari lalu.
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen kepada wartawan juga mengonfirmasi, penyuntikan dengan vaksin AstraZeneca di negaranya untuk sementara dihentikan. "Berita ini membuat marah, karena kita tergantung dari apakah semua orang sudah divaksinasi,” ujar PM Denmark itu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah negara Eropa, Asia, dan Afrika menghentikan penyuntikan vaksin AstraZeneca. Pemicunya, beberapa orang mengembangkan penggumpalan darah setelah divaksinasi dan efikasinya rendah hadapi mutasi.
Kontroversi vaksin AstraZeneca/Oxford buatan Inggris terus bergulir. Setelah Austria Senin (8/3) menghentikan sementara penyuntikan vaksin AstraZeneca, sembari menunggu hasil investigasi kasus kematian akibat penggumpalan darah dan emboli paru-paru, otoritas kesehatan di Denmark juga menghentikan penggunaan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca.
Dilaporkan, sedikitnya 22 kasus penggumpalan darah dan emboli paru-paru di antara tiga juta orang yang sudah mendapat suntikan vaksin AstraZeneca hingga tanggal 9 Maret 2021. Bahkan ada laporan kasus kematian, walau belum bisa dikonfirmasi apakah akibat langsung vaksinasi.
Otoritas kesehatan Denmark mengumumkan, mulai Kamis (11/3) menghentikan penyuntikan vaksin Covid-19 AstraZeneca selama 14 hari. Hal ini terkait laporan dari beberapa warga yang mengembangkan kasus serius penggumpalan darah setelah diimunisasi. Bahkan dilaporkan adanya satu kasus kematian.
"Walau begitu, sementara ini tidak memungkinkan untuk menarik kesimpulan, apakah hal itu ada kaitan langsung dengan vaksinnya. Kami melakukan tindakan antisipasi dini, dan kasus ini harus diinvestigasi secara menyeluruh,” kata Menteri Kesehatan Denmark, Magnus Heunicke, lewat Twitter.
Baca juga : Irlandia Tangguhkan Penggunaan Vaksin AstraZeneca
Kementerian Kesehatan di Kopenhagen terus melakukan investigasi terkait kasus itu. Juga menyerukan penyelidikan oleh lembaga pengawas obat-obatan Eropa EMA. Demikian pernyataan dalam situs web Kementrian Kesehatan Denmark. Izin penggunaan vaksin AstraZenecca diterbitkan EMA akhir Januari lalu.
Perdana Menteri Denmark Mette Frederiksen kepada wartawan juga mengonfirmasi, penyuntikan dengan vaksin AstraZeneca di negaranya untuk sementara dihentikan. "Berita ini membuat marah, karena kita tergantung dari apakah semua orang sudah divaksinasi,” ujar PM Denmark itu.