REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan mendalami peran Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Antam Novambar dalam kasus dugaan suap perizinan ekspor benih bening lobster atau benur. Diketahui, kasus ini ikut menjerat eks Menteri KKP, Edhy Prabowo.
Ali mengatakan, Edhy Prabowo diduga memerintahkan Antam, selaku Sekjen KKP untuk membuat surat perintah tertulis terkait dengan penarikan jaminan bank atau bank garansi dari para eksportir kepada Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (BKIPM). Selanjutnya, Kepala BKIPM memerintahkan Kepala Kantor Balai Karantina Besar Jakarta I Soekarno Hatta untuk menerima garansi bank tersebut.
KPK menduga garansi bank itu sebenarnya merupakan komitmen fee dari para eksportir. Total uang yang terkumpul dari aturan itu adalah Rp52,3 miliar yang disita KPK hari ini.
"Aturan penyerahan jaminan bank dari para eksportir sebagai bentuk komitmen dari pelaksanaan ekspor benih bening lobster tersebut diduga tidak pernah ada," kata Ali di Gedung KPK Jakarta, Senin (15/3).
Sejauh ini, lanjut Ali, peran dari Sekjen KKP adalah menandatangani surat perintah tersebut. Sehingga, pihaknya akan mendalami apabila ditemukan dugaan peran yang lebih signifikan.
"Apakah kemudian nanti ada peran yang signifikan terkait perbuatan tersangka EP (Edhy Prabowo), tentunya nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut kepda para saksi apakah kemudian ada unsur kesengajaan misalnya dalam konstruksi secara keseluruhan proses di dalam dugaan korupsi seluruh peristiwa yang ada di perkara ini," kata Ali.
Namun, Ali belum bisa memastikan apakah KPK akan memeriksa Antam dalam perkara ini.
"Nanti lihat perkembangan dulu, karena yang terpenting uang telah dilakukan penyitaan dan akan dikonfirmasi kepada para saksi, saksinya siapa yang nanti akan dipanggil," tambahnya.
Pada Senin (15/3), menyita aset berupa uang tunai sekitar Rp52,3 miliar dari salah satu bank BUMN dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait perizinan ekspor benih lobster di KKP. Uang tersebut diduga berasal dari para eksportir yang mendapat izin ekspor benur di KKP Tahun Anggaran 2020.
KPK telah menetapkan tujuh tersangka dalam kasus ini. Para tersangka yaitu mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP), Staf Khusus Edhy sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Safri (SAF), Andreau Misanta Pribadi (AMP), Amiril Mukminin (AM) selaku sekretaris pribadi Edhy, pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadi (SWD), dan Ainul Faqih (AF) selaku staf istri Edhy sebagai penerima.
Sedangkan pemberi, yakni Direktur PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito yang saat ini sudah berstatus terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Suharjito telah didakwa memberikan suap senilai total Rp2,146 miliar yang terdiri dari 103 ribu dolar AS dan Rp706.055.440 kepada Edhy. Suap diberikan melalui perantaraan Safri dan Andreau selaku staf khusus Edhy, Amiril selaku sekretaris pribadi Edhy, Ainul Faqih selaku staf pribadi istri Edhy yang juga Anggota DPR RI Iis Rosita dan Siswadhi Pranoto Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PT PLI) sekaligus pendiri PT ACK.