Senin 15 Mar 2021 16:22 WIB

Jepang Pertimbangkan Beri Tanggapan atas Situasi di Myanmar

Jepang memantau perkembangan situasi di Myanmar

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Bendera Jepang
Foto: techgenie.com
Bendera Jepang

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kepala sekretaris kabinet Jepang Katsunobu Kato pada Senin (15/3) mengatakan, pemerintah Jepang tengah memantau situasi di Myanmar selepas sebulan lebih kudeta Myanmar. Jepang juga dikatakan akan mempertimbangkan langkah untuk menanggapi perkembangan di negara Asia Tenggara tersebut.

"Ke depan, Jepang akan mempertimbangkan bagaimana menanggapi situasi di Myanmar dalam hal kerja sama ekonomi dan kebijakan dengan memantau perkembangan situasi, sambil mempertimbangkan tanggapan dari negara-negara terkait," ujar Kato kepada wartawan.

Baca Juga

Pernyataan Jepang muncul setelah Korea Selatan mengatakan akan menangguhkan pertukaran pertahanan dengan Myanmar. Korea Selatan juga bakal melarang ekspor senjata ke negara itu setelah kudeta militer yang terjadi pada bulan lalu hingga penindasan dengan kekerasan terhadap protes pro-demokrasi.

Pada protes terbaru Ahad (15/3) waktu setempat, setidaknya dilaporkan 38 pengunjuk rasa dan polisi tewas di berbagai daerah dilanda demo di Myanmar. Sementara lebih dari 2.100 orang ditangkap junta terkait protes.

Para pengunjuk rasa damai menuntut militer mengembalikan kekuasaan ke kendali sipil, menyerukan pembebasan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi dan tokoh-tokoh pemerintah lainnya, hingga menghormati hasil pemilihan umum November. Banyak kelompok etnis Myanmar yang telah lama memperjuangkan otonomi yang lebih besar untuk tanah mereka, juga menuntut konstitusi 2008 yang ditulis militer untuk dihapus dan demokrasi federal didirikan.

Selain protes, gerakan pembangkangan sipil telah menyaksikan ribuan pekerja kerah putih dan biru, dari petugas medis, bankir dan pengacara hingga guru, insinyur dan pekerja pabrik, meninggalkan pekerjaan mereka sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta. Dalam beberapa pekan terakhir, militer telah meningkatkan tanggapannya terhadap protes, meluncurkan tindakan keras sistematis di seluruh negeri. Aparat tak segan  menembaki pengunjuk rasa.

Amnesty International mengatakan militer Myanmar menggunakan taktik dan senjata yang semakin mematikan yang biasanya terlihat di medan perang. Padahal, mereka hanya menghadapi pengunjuk rasa damai. Amnesty juga merekam bahwa aparat kepolisian telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia di daerah konflik dan telah dikerahkan ke jalan-jalan.

Terlepas dari bahaya, ribuan pengunjuk rasa muda terus menentang militer. Demonstrasi didominasi oleh kaum muda yang tumbuh dengan tingkat demokrasi dan kebebasan politik dan ekonomi yang tidak dimiliki oleh orang tua atau kakek nenek mereka, dan mengatakan bahwa mereka berjuang untuk masa depan mereka.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement