REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki mengecam keputusan negara bagian Balkan, Kosovo, yang membuka kedutaan besar untuk Israel di Yerusalem, Ahad (14/3).
"Membuka kedubes di Yerusalem adalah keputusan yang sangat disayangkan, sementara rakyat menanggung penderitaan besar untuk mendapatkan kemerdekaan mereka," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam sebuah pernyataan.
Menurut kementerian, keputusan itu mengabaikan penderitaan rakyat Palestina, yang telah hidup di bawah pendudukan selama beberapa dekade dan menderita pelanggaran hak asasi manusia berat.
"Dengan bertindak seperti ini, para pemimpin Kosovo telah melanggar parameter yang ditetapkan dari proses perdamaian, termasuk resolusi PBB tentang status Yerusalem, dan merusak visi solusi dua negara dan harapan perdamaian di kawasan itu," tambah pernyataan itu.
Kementerian juga mendesak para pemimpin Kosovo untuk menggunakan akal sehat dan membatalkan langkah yang tidak bertanggung jawab dan melanggar hukum itu. Turki adalah salah satu negara pertama yang mengakui kemerdekaan Kosovo pada 2008.
Yerusalem masih menjadi poros konflik Timur Tengah selama puluhan tahun, karena Palestina bersikeras bahwa Yerusalem Timur - yang diduduki secara ilegal oleh Israel sejak 1967 - nantinya akan berfungsi sebagai ibu kota negara Palestina.
Israel terus berupaya meyakinkan negara-negara lain untuk memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Yerusalem. Negara-negara anggota Uni Eropa telah menolak untuk melakukannya sambil menunggu kesepakatan akhir antara Israel dan Palestina tentang masalah Yerusalem.
Di antara negara-negara UE, hanya Hongaria yang memiliki kantor diplomatik di Yerusalem. Hingga saat ini, selain AS dan Guatemala, negara-negara di seluruh dunia menolak untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem.