REPUBLIKA.CO.ID, COPENHAGEN -- Badan Obat Denmark pada Ahad (14/3) malam mengatakan, perempuan Denmark berusia 60 tahun yang meninggal setelah mengalami pembekuan darah usai divaksin Astrazeneca, memiliki gejala yang sangat tidak biasa. Perempuan tersebut dipantau memiliki jumlah trombosit dan gumpalan darah yang rendah di pembuluh kecil dan besar, serta pendarahan.
Program vaksinasi Eropa dalam dua pekan terakhir mengalami pukulan mengecewakan oleh laporan bahwa penerima inokulasi Astrazeneca menderita pembekuan darah. Badan Obat Eropa mengatakan, tidak ada indikasi bahwa kejadian itu disebabkan oleh vaksinasi.
Hal senada juga diklaim Organisasi Kesehatan Dunia pada Jumat. Astrazeneca Plc mengatakan pada Ahad, tinjauan data keamanan orang yang divaksinasi dengan vaksin Covid-19 tidak menunjukkan bukti peningkatan risiko pembekuan darah.
Setelah dugaan efek samping vaksinasi Astrazeneca di sejumlah negara termasuk di Denmark, beberapa negara langsung menangguhkan penggunaan vaksin Covid-19 dari Astrazeneca selama sepekan terakhir. Otoritas di Irlandia, Denmark, Norwegia, Islandia, dan Belanda menangguhkan penggunaan vaksin karena ditemukan masalah pembekuan darah. Pekan lalu, Austria berhenti menggunakan serangkaian vaksinasi menggunakan Astrazeneca di tengah proses penyelidikan kematian akibat gangguan koagulasi.
Vaksin Astrazeneca dikembangkan bekerja sama dengan Universitas Oxford. Vaksin tersebut telah diizinkan untuk digunakan di Uni Eropa dan banyak negara lain termasuk Indonesia. Meski demikian, hingga saat ini penggunaan produk dari perusahaan itu belum diperbolehkan oleh regulator di Amerika Serikat (AS).
Astrazeneca saat ini juga tengah mempersiapkan untuk mengajukan otorisasi penggunaan darurat vaksin Covid-19 dari di AS. Diharapkan data dari uji coba Fase III AS akan tersedia dalam beberapa pekan mendatang.