REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Muslich Taman
Muslim adalah penyayang. Kasih sayang merupakan salah satu keistimewaan akhlaknya, yang tumbuh berkembang dari kebersihan jiwa dan kesucian agamanya. Sudah semestinya, di mana pun ia berada, dan bagaimanapun situasinya, ia mencintai dan menebarkan kasih sayang.
Allah SWT berfirman, "Dan dia termasuk orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan untuk berkasih sayang. Mereka itu adalah golongan kanan." (QS Al Balad: 17-18)
Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam kitab tafsirnya, Al-Wajiz menjelaskan, bahwa yang dimaksud golongan kanan adalah golongan ahli surga yang kekal di dalamnya. Begitu juga menurut Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan, beliau menjelaskan, bahwa golongan kanan adalah golongan yang akan diberikan kitab catatan amal dengan tangan kanan pada Hari Kiamat, yaitu mereka yang akan dihisab dengan hisab yang mudah dan akan bertemu kembali keluarganya dengan kebahagiaan di surga.
Rasulullah SAW juga bersabda, "Sesungguhnya orang-orang yang disayang Allah di antara para hamba-Nya hanyalah orang-orang yang penyayang." (HR Al-Bukhari)
Selain itu, dikisahkan dalam hadits shahih bahwa Rasulullah pernah bersabda, "Tatkala ada seorang laki-laki yang berjalan di bawah terik padang pasir merasa kehausan, dia turun ke sumur untuk meminum airnya. Kemudian dia naik kembali lalu beranjak pergi. Tiba-tiba, dilihatnya ada seekor anjing yang terengah-engah, sambil mengais-ngais tanah kerena kehausan. Dia pun berkata dalam hati, 'Binatang ini mengalami kehausan seperti apa yang tadi saya alami.' Maka, dia pun segera kembali turun ke dalam sumur dan mengisi khufnya penuh dengan air. Lalu mendekatkan khufnya ke mulut anjing itu, dan anjing tersebut pun meminum air yang ada dengan puasnya. Dan ternyata, berkat amalan itu, Allah pun membalas kebaikannya dan mengampuni dosa-dosanya." (HR Al-Bukhari)
Namun sayang, idealitas yang diteladankan dan diharapkan Islam di atas, seolah paradok dengan realitas umat akhir-akhir ini. Di mana, ketidakpedulian antarsesama makin menyeruak. Tindak kekerasan seolah makin merajalela. Baik kekerasan melalui lisan, tulisan, maupun perbuatan. Semua terasa makin massive menyesakkan ruang sosial kehidupan masyarakat, sekaligus memenuhi ruang media massa yang ada. Menimpa sesama manusia, juga alam semesta di sekitarnya.
Prilaku mudah terpancing, gampang mencela, suka menghina, ringan melecehkan, dan hal-hal lain semisalnya, sering menjadi pemandangan nyata sehari-hari. Sekaligus menjadi suguhan media dan konsumsi masyarakat yang tak ada habisnya. Tawuran di jalanan antargeng motor, antarkelompok pelajar, antaroknum ormas, atau bahkan antaroknum aparat sendiri, juga sering terjadi. Seakan tak ada hentinya dan makin mengkhawatirkan.
Begitulah di antara realitas yang ada. Yang kalau dibiarkan, dapat menggerus rasa persaudaraan dan membahayakan kekuatan hidup berbangsa. Karenanya, semua pihak harus bergerak, sesuai kemampuan dan kesanggupannya, dimulai dari keluarga masing-masing, untuk menanamkan nilai-nilai kasih sayang, dan merajutnya di tengah-tengah kehidupan dengan rajutan yang kuat, agar persatuan dan persaudaraan sesama anak bangsa terjaga kokoh, dan tak akan terkoyak oleh tantangan apa pun.
Rasulullah mengingatkan, “Wahai para manusia! Amalkanlah amalan baik, yang kalian kuasa untuk menjalankan dengan terus-menerus. Karena Allah tidak akan pernah merasa bosan, walaupun kalian telah dihinggapi rasa bosan. Dan sesungguhnya amalan yang paling Allah cintai ialah amalan yang diamalkan dengan terus-menerus (istiqamah) walaupun hanya sedikit.” (HR Al Bukhari dan Muslim)
Sebagai penutup, Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazairi dalam bukunya, Minhajul Muslim menjelaskan, kasih sayang meski hakikatnya adalah berupa kelembutan hati dan kepekaan jiwa yang tempatnya di dalam diri, tetapi ia harus menjelma keluar, dalam bentuk sikap nyata berupa memaafkan kesalahan, menolong yang membutuhkan, membantu yang lemah, memberi makan yang lapar, menyediakan pakaian yang tak berpakaian, mengobati yang sakit, dan melipur lara yang berduka.
Wallahu a'lam bish shawab.