Senin 15 Mar 2021 18:20 WIB

Perbedaan PPnBM Mobil Listrik jadi Daya Tarik Investor

DPR meminta pemerintah memantapkan dulu sistem kendaraan listrik, termasuk pengisian.

Rep: Novita Intan/ Red: Friska Yolandha
Seorang pengemudi mengisi daya mobil listrik dengan memanfaatkan aplikasi PLN Charge.IN di di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Kantor PLN Disjaya, Gambir, Jakarta, Jumat (29/1). Pemerintah mengusulkan perubahan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan mobil listrik.
Foto: Prayogi/Republika.
Seorang pengemudi mengisi daya mobil listrik dengan memanfaatkan aplikasi PLN Charge.IN di di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) PLN di Kantor PLN Disjaya, Gambir, Jakarta, Jumat (29/1). Pemerintah mengusulkan perubahan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan mobil listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah mengusulkan perubahan tarif pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kendaraan mobil listrik. Adapun usulan revisi tersebut diberikan dengan pertimbangan agar ada perbedaan selisih insentif yang lebih besar antara mobil listrik (Battery Electric Vehicle/BEV) dan mobil hybrid yang sebagian masih menggunakan bahan bakar.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan PPnBM tersebut diatur dalam PP Nomor 73 tahun 2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Dalam PP tersebut tepatnya pasal 36 tidak ada perbedaan persentase atau sama-sama nol persen antara kendaraan listrik yang sudah sepenuhnya menggunakan baterai electric vehicle (BEV) dengan yang masih plug-in hybrid electric vehicle (PHEV).

Baca Juga

“Keadaan tersebut membuat para investor yang akan membangun mobil listrik di Indonesia merasa tidak cukup kompetitif dengan yang tidak full baterai masih ada plug in hybrid nol persen dengan BEV nol persen. Mereka meminta dibedakan karena tujuan kedepannya adalah yang BEV,” ujarnya saat rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (15/3). 

Sri Mulyani menjelaskan PHEV memang sudah mendekati ke baterai, tapi masih belum sepenuhnya atau full baterai kendaraan listrik, sehingga perlu diatur perbedaannya.

“Sehingga mereka para investor mengharapkan adanya perbedaan antara yang full baterai dengan yang masih ada hybrid-nya yaitu PHEV dengan full hybrid,” ucapnya.

Sri Mulyani membeberkan nantinya Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) akan memeriksa investor terkait investasi tersebut apakah baru rencana atau memang sudah menggelontorkan dananya. Ia menegaskan usulan perubahan tersebut ditekankan pada BEV.

“Jadi poinnya adalah membedakan antara full battery electric dengan hybriid, terutama plug in hybrid itu dan dengan hybrid lainnya. Karena itu dianggap memberikan visibility dari vehicle battery berproduksi di Indonesia,” ucapnya.

Menurutnya kenaikan tarif PPnBM mobil listrik, otoritas fiskal telah mengatur dua skema. Skema pertama, tarif PPnBM untuk plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) pasal 36 (Ps 36) sebesar lima persen sebelumnya nol persen, full-hybrid (Ps 26) sebesar enam persen naik dari aturan lama sebesar dua persen, dan full-hybrid (Ps 27) sebesar tujuh persen dari sebelumnya lima persen.

 

Sementara Anggota Komisi XI DPR RI Andreas Eddy Susetyo menambahkan insentif tersebut tidak akan menggiurkan investor. Sebab tempat pengisian baterai mobil listrik saat ini belum tersedia secara konvensional. 

“Ini kan satu rangkaian termasuk SPBU untuk charging baterainya, ada di mana? Jadi lebih jauh pemerintah juga perlu memantapkan dulu mungkin nanti PLN dan Pertamina akan seperti apa,” ungkapnya.

Anggota fraksi PDIP itu meminta Kemenkeu untuk mengkaji lebih lanjut dengan membandingkan insentif serupa yang diberikan oleh negara lain, sehingga harapannya pemerintah bisa menghitung secara benar soal dampak pemberian insentif dengan minat investasi mobil listrik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement