Senin 15 Mar 2021 20:57 WIB

Jepang Siap Ambil Tindakan terhadap Myanmar

Beberapa negara mengambil sikap dengan menangguhkan hubungan dengan Myanmar.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Dwi Murdaningsih
Demonstran berlindung di balik perisai logam selama protes terhadap kudeta militer di Kotapraja Hlaingthaya (Hlaing Tharyar), pinggiran Yangon, Myanmar, Ahad (14/3).. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.
Foto: STRINGER/EPA
Demonstran berlindung di balik perisai logam selama protes terhadap kudeta militer di Kotapraja Hlaingthaya (Hlaing Tharyar), pinggiran Yangon, Myanmar, Ahad (14/3).. Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun tindakan keras yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan negaranya terus memantau perkembangan situasi di Myanmar. Dia mengisyaratkan Jepang siap mengambil respons yang sesuai.

"Ke depan, Jepang akan mempertimbangkan bagaimana menanggapi situasi di Myanmar dalam hal kerja sama ekonomi dan kebijakan dengan memantau perkembangan situasi, sambil mempertimbangkan tanggapan dari negara-negara terkait," kata Kato kepada awak media pada Senin (15/3).

Baca Juga

Pernyataan Kato muncul setelah Korea Selatan (Korsel) mengatakan akan menangguhkan kerja sama di bidang pertahanan dengan Myanmar. Korsel pun bakal melarang ekspor senjata ke negara tersebut. Itu merupakan respons Seoul atas terus bertambahnya korban sipil dalam demonstrasi menentang kudeta.

Pada Ahad (14/3) lalu, 38 demonstran dilaporkan tewas ditembak pasukan keamanan Myanmar. Itu menjadi hari paling berdarah sejak aksi protes menentang kudeta digelar awal Februari lalu.

Aparat keamanan Myanmar melepaskan tembakan saat merespons massa pengunjuk rasa di Yangon. Militer telah mengumumkan darurat militer di sana setelah pusat atau lapak bisnis milik China diserang. Para demonstran meyakini Beijing memberikan dukungan kepada junta.

Belum diketahui berapa jumlah demonstran yang telah tewas di tangan pasukan keamanan Myanmar. Namun dipastikan angkanya paling sedikit adalah 70 jiwa.

Pelapor khusus PBB untuk hak asasi manusia (HAM) di Myanmar Tom Andrews telah mengisyaratkan bahwa militer Myanmar berpotensi melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan. Hal itu mengingat korban sipil dalam demonstrasi menentang kudeta telah mencapai sedikitnya 70 orang.

"Rakyat Myanmar tidak hanya membutuhkan kata-kata dukungan, tapi juga tindakan suportif. Mereka membutuhkan bantuan komunitas internasional sekarang," kata Andrews kepada Dewan HAM PBB pada Kamis (11/3).

Dia menyebut junta militer Myanmar adalah rezim ilegal yang terus melakukan pembunuhan. "Kejahatan terhadap orang-orang Rohingya terus berlanjut mengarah ke komando dan kontrol tingkat tinggi," ujarnya.

Dia menyerukan penerapan sanksi multilateral terhadap junta serta Perusahaan Minyak dan Gas Myanmar milik militer. Komunitas internasional pun dapat memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar.

sumber : reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement