Senin 15 Mar 2021 21:50 WIB

Tato Jadi Alat Perlawanan Warga Myanmar Terhadap Militer

Warga Myanmar kini berbondong-bondong membuat tato yang bertema kudeta.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Dwi Murdaningsih
 Para pengunjuk rasa membawa seorang demonstran yang terluka selama protes melawan kudeta militer di Kotapraja Hlaingthaya (Hlaing Tharyar), pinggiran Yangon, Myanmar,  Ahad (14/3). Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun penumpasan kekerasan yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.
Foto: STRINGER/EPA
Para pengunjuk rasa membawa seorang demonstran yang terluka selama protes melawan kudeta militer di Kotapraja Hlaingthaya (Hlaing Tharyar), pinggiran Yangon, Myanmar, Ahad (14/3). Protes anti-kudeta terus berlanjut meskipun penumpasan kekerasan yang intensif terhadap demonstran oleh pasukan keamanan.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Berbagai macam cara dilakukan oleh warga Myanmar untuk menentang kudeta militer. Setelah mengadopsi salam tiga jari dalam perlawanan melawak kediktatoran militer, warga Myanmar kini berbondong-bondong membuat tato yang bertema kudeta.

Beberapa orang memilih membuat tato di tubuh mereka dengan tulisan "Kebebasan dari Ketakutan" atau "Revolusi Musim Semi". Sementara yang lainnya membuat tato gambar wajah pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi yang ditangkap oleh militer dan salam tiga jari yang menjadi simbol perlawanan dan solidaritas terhadap gerakan demokrasi.

Baca Juga

Sebuah salon tato di Myanmar mengatakan, motif tato yang menunjukkan perlawanan terhadap militer menjadi semakin populer sejak junta merebut kekuasaan pada 1 Februari. Seorang perempuan berusia 23 tahun yang tidak mau disebutkan namanya membuat tato dengan motif perlawanan terhadap junta militer Myanmar.

Alasan perempuan itu membuat tato karena dia tidak ingin melupakan rasa sakit yang telah dilakukan oleh junta militer terhadap rakyat Myanmar. Perempuan tersebut membuat tato dengan tulisan, "Kebebasan dari Ketakutan". Tato ini  untuk menunjukkan kepada generasi yang lebih muda bahwa dia dan orang-orang Myanmar lainnya telah berjuang untuk menyingkirkan junta militer.

"Saya merasa seperti kehilangan masa depan ketika mendengar berita pada 1 Februari. Saya merasa sangat kesakitan dan tidak ingin melupakan rasa sakit itu selamanya," ujar perempuan itu.

Banyak seniman tato yang memberikan pembuatan tato secara gratis untuk menunjukkan solidaritas, setelah militer mengambil alih kekuasaan pada 1 Februari. Namun ada laporan bahwa banyak seniman tato tersebut ditangkap oleh militer, sehingga banyak salon tato yang beroperasi secara diam-diam dan menawarkan harga diskon besar-besaran.

"Mereka mengancam kami dengan senjata. Tapi revolusi kita tidak akan menang jika kita takut. Jadi kita harus menyingkirkan ketakutan semacam ini untuk menang dalam revolusi kita," ujar seorang pelanggan salon tato di Yangon yang tidak mau disebutkan namanya.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, lebih dari 80 orang tewas dalam protes menentang kudeta selama 41 hari sejak militer menguasai pemeirntahan dan menangkap pemimpin sipil Aung San Suu Kyi. Sementara lebih dari 2.100 orang ditahan.

Di Yangon, ratusan orang berdemonstrasi di berbagai bagian kota setelah memasang barikade kawat berduri dan karung pasir untuk memblokir pasukan keamanan pada Ahad (14/3). Di satu daerah, orang-orang melakukan protes sembari duduk di bawah lembaran terpal yang dipasang untuk melindungi mereka dari terik matahari tengah hari.

"Kami membutuhkan keadilan," teriak mereka.

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement