REPUBLIKA.CO.ID, KABUL— Pejabat Pendidikan Afghanistan membatalkan larangan bernyanyi di depan umum untuk anak perempuan yang baru diberlakukan pada pekan lalu. Keputusan itu terjadi setelah adanya kampanye media sosial para aktifis perempuan di negara tersebut yang menyanyikan lagu favorit mereka.
Paduan suara siswi adalah tradisi resmi Afghanistan, tetapi ketika otoritas pendidikan di ibu kota Kabul melarang partisipasi anak perempuan di atas usia 12 tahun, hal itu langsung memicu reaksi banyak pihak.
Kampanye tersebut menimbulkan kekhawatiran, bahwa pejabat pendidikan "melakukan Talibanisasi" di negara itu, menandai kembalinya kelompok bersenjata Taliban yang melarang partisipasi wanita di hampir semua bagian masyarakat.
Kementerian pendidikan mengeluarkan pernyataan pada Ahad malam yang mengatakan larangan itu tidak mencerminkan posisi atau kebijakan kementerian. tetapi kebijakan ini telah memicu reaksi keras dari pengguna media sosial yang menggunakan tagar #IAmMySong untuk meningkatkan kesadaran.
"Di Afghanistan hari ini, Kementerian Pendidikan mencekik suara gadis-gadis kecil kami dengan melarang mereka menyanyi," cuit Shamila Kohestani, Mantan Kapten Tim sepak bola wanita nasional.
“Mereka benar-benar mengajari gadis-gadis bahwa mereka tidak memiliki suara. #IAmMySong,” tambahnya.
Di media sosial Facebook, Tayeb Safa juga menulis: "Saya merasa Taliban kembali lagi,” katanya.
Kontroversi itu muncul di tengah kekhawatiran kemungkinan Taliban kembali berkuasa ketika Amerika Serikat mempertimbangkan menarik pasukannya yang tersisa dari negara itu dalam beberapa pekan mendatang. Penarikan pasukan sesuai dengan kesepakatan penting yang ditandatangani dengan kelompok bersenjata itu tahun lalu.
Pembicaraan damai antara Taliban dan pemerintah Afghanistan sebagian besar terhenti dalam beberapa bulan terakhir, sementara kampanye pembunuhan yang ditargetkan wanita terkenal Afghanistan semakin mengguncang negara itu.
Banyak pihak menilai Afghanistan menjadi salah satu negara paling menindas perempuan. Namun, kemajuan di daerah perkotaan telah meningkatkan harapan bahwa peluang bagi perempuan perlahan-lahan mendapatkan daya tarik.