Peneliti Pustek UGM Kritisi Rencana Kebijakan Impor Garam
Red: Fernan Rahadi
Impor garam. Ilustrasi | Foto: Oky Lukmansyah/ANTARAFOTO
REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah berencana akan melakukan kebijakan membuka keran impor garam dalam memenuhi pasokan kebutuhan garam di dalam negeri. Meskipun demikian, pemerintah melalui Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono masih menunggu data terkait pasokan kebutuhan garam dari instasi terkait.
Rencana kebijakan untuk membuka impor garam tersebut sangat disayangkan oleh peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Putut Indriyono yang menganggap pemerintah belum memiliki desain pengembangan industri garam nasional yang jelas. "Pemerintah terkesan belum memiliki desain pengembangan industri garam nasional yang di dalamnya seharusnya berisi strategi komprehensif dan peta jalannya,” kata Putut dalam siaran pers yang diterima Republika, Selasa (16/3).
Menurutnya, pemerintah saat ini cenderung mengambil kebijakan impor dengan hanya merespons kecenderungan permintaan pasar, sebaliknya pemerintah dianggap tidak melihat dari sisi strategi pengembangan industri garam nasional jangka menengah dan panjang. "Kebijakan cenderung bersifat reaktif jangka pendek dan tidak konstruktif," ujarnya.
Ia pun mengkritik kebijaka membuka keran impor garam ini. Menurutnya kebijakan impor semacam ini selalu terus berulang dan pemerintah dianggap tidak pernah belajar dari pengalaman sebelumnya.”Setiap kali pemerintah membuka impor garam, selalu tanpa jawaban kepastian bahwa tahun depan tidak dilakukan kebijakan yang sama,” ungkapnya.
Menurutnya pemerintah seharusnya memiliki data yang valid soal kebutuhan garam dan memperhatikan kesejahteraan petani garam. Angka kebutuhan garam setap tahun seharusnya sudah diprediksi tonasenya sehingga ada target pengurangan impor dari tahun ke tahun yang diikuti dengan target kebijakan produksi dari dalam negeri. "Bila hal ini dilakukan beberapa tahun ke depan maka swasembada garam dapat dicapai," katanya.
Namun demikian, jika hingga saat ini pemerintah belum memiliki desain kebijakan pengembangan garam nasional yang jelas maka persoalan kebijakan impor garam akan terus berulang.
Ia berpendapat, di masa pandemi Covid-19 sekarang ini berdampak pada kendala dalam proses pengiriman produk ekspor impor, maka sudah semestinya dijadikan momentum untuk meningkatkan produksi garam nasional secara lebih komprehensif dan terukur serta melibatkan petani produsen garam. Selain itu, pemerintah juga perlu memperbaiki tata niaga garam yang berpihak kepada petani garam dan industri dalam negeri.
"Yang saya lihat, selama ini belum terlihat dari kebijakan pemerintah dalam hal industrialisasi pergaraman. Bahkan isu soal data pun sejak dulu juga terus mengemuka antara instansi yang satu dengan yang lain. Jika soal data saja masih bermasalah, tidak ada kesepahaman, bagaimana memikirkan soal strategi dan pengembangan produksi garam ke depan," ujarnya.