REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belakangan, kembali hangat wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Meski akhirnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan dirinya menolak dan tidak berminat menjabat tiga periode, publik masih bertanya-tanya motif di balik munculnya isu ini.
Kendati presiden menolak, peluang amandemen UUD 1945 dianggap masih ada karena adanya koalisi gemuk dan oposisi yang antara ada-tiada. Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago mengatakan, wacana amandemen kelima UUD 1945 sebenarnya sudah lama didorong oleh banyak kalangan.
Alasannya, banyak sektor yang memerlukan perbaikan mendasar yang hanya bisa ditempuh lewat jalur ini. "Namun, usulan-usulan tersebut belum digagas dengan serius dan kerja politik yang nyata. Amandemen belum menjadi agenda mendesak dan kebutuhan rakyat, amandemen belum komprehensif, amandemen hanya baru masuk isu elite dan kepentingan kekuasaan semata," kata Pangi, Selasa (16/3).
Begitu juga dengan masa jabatan presiden. Pangi mengatakan, agenda ini kemudian disisipkan dan bergulir menjadi wacana publik yang menuai pro dan kontra.
Berkaca pada berbagai usulan terkait amandemen yang belum disepakati agendanya, Pangi mengatakan, tidak mustahil perubahan masa jabatan presiden akan menjadi agenda sisipan kelompok tertentu, pasal selundupan yang didesain para cukong, oligarki, dan pemilik modal.
"Sebab itu, apakah perlu amandemen harus dilakukan secara terbatas dengan agenda-agenda krusial dan substantif untuk memperkuat posisi UUD 1945? Kita ingatkan kembali, jangan sampai lembaga negara dan haluan negara terjebak membahas kepentingan orang per-orang yang ingin melanggengkan kekuasaannya," kata Pangi.
Meskipun nantinya amandemen kelima UUD 1945 tetap dipaksakan berjalan, Pangi mewanti-wanti, wacana penambahan masa jabatan presiden sangat tidak layak masuk dalam agenda itu. Selain agenda ini dianggap tidak penting dan substansial, Pangi menilai usulan ini mempertontonkan ambisi politik kotor yang pernah menyeret Indonesia ke jurang otoritarianisme.
"Usulan ini sangat-sangat tidak layak dan bertentangan dengan tujuan reformasi yang menginginkan adanya pembatasan masa jabatan presiden, khitah perjuangan sistem presidensial purifikasi kita adalah membatasi masa jabatan presiden," ujar Pangi lagi.
Pangi mengapresiasi Presiden Jokowi yang secara konsisten berpegang pada pendiriannya untuk berlandaskan konstitusi. Apalagi isu ini sebenarnya tak hanya muncul kali ini. Pada 2019, wacana presiden 3 periode sempat muncul dan juga direspons negatif oleh Presiden Jokowi.
"Jangan sampai seperti peristiwa masa lalu, tawaran datang menjadi capres, awalnya ngak tertarik, belum terpikirkan, belum berminat, tiba-tiba real menjadi calon presiden," katanya.
Namun di balik komitmen presiden Jokowi untuk menolak perpanjangan masa jabatan, Pangi tetap mengingatkan masih adanya peluang amandemen UUD 1945 yang lantas bisa disusupi agenda tertentu. Kecurigaan ini, ia mengatakan, bisa dibaca dari beberapa langkah politik pemerintah yang mengarah pada akumulasi kekuatan politik yang absolut dengan menggalang dan membangun koalisi gemuk dan mematikan oposisi, hingga pembentukan wacana publik.
"Jika merujuk pada semua langkah yang telah dilakukan maka amandemen UUD 1945 sangat mungkin. Bagaimana tidak, parlemen sudah dikuasai, opisisi antara ada dan tiada. Presiden 3 periode, MPR tinggal ketok palu!" katanya.
Presiden Jokowi pada Senin (15/3) kemarin akhirnya buka suara terkait isu periode jabatan kepala negara selama tiga periode. Ia terang-terangan membantah dan menyatakan tidak berminat menjadi presiden tiga periode.
Ia tetap berpegang pada konstitusi yang menyebutkan jabatan presiden paling lama dua periode. "Bolak-balik, ya, sikap saya nggak berubah. Janganlah membuat kegaduhan baru," ujar Jokowi dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Senin (15/3).
Menurutnya, di tengah pandemi saat ini, semestinya seluruh pihak mencegah adanya kegaduhan baru. Semua pihak bersama-sama elemen bangsa seharusnya bahu-membahu membawa Indonesia keluar dari krisis pandemi dan menuju lompatan kemajuan baru.
Kabar mengenai adanya rencana untuk membuat Jokowi memimpin selama tiga periode disampaikan oleh mantan Ketua MPR Amien Rais melalui akun resmi Youtube-nya. Hal ini, ia mengatakan, terlihat dari adanya manuver politik untuk mengamankan DPR, DPD, MPR, dan lembaga negara lainnya.
Ia meyakini diamankannya sejumlah lembaga negara ini merupakan langkah awal untuk membuat Jokowi menjabat tiga periode melalui sidang istimewa MPR. Lewat sidang tersebut, ia mengatakan, bisa ada persetujuan amandemen satu atau dua pasal dalam UU 1945. Amien pun meminta DPR, DPD, dan MPR tidak membiarkan hal itu terjadi.