REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Anggota parlemen Inggris mengajukan amandemen Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Amandemen itu akan mewajibkan polisi Inggris dan Wales melacak kasus kekerasan bermotif misogini atau kebencian terhadap perempuan.
Majelis tinggi parlemen Inggris, House of Lords menggelar debat mengenai amandemen yang mendapat banyak dukungan ini. "Sudah waktunya bagi kami untuk berubah," kata anggota parlemen dari Partai Buruh Stella Creasy yang mengajukan amandemen, seperti dikutip Voice of America, Selasa (16/3).
"Daripada memberitahu perempuan untuk tidak mengkhawatirkan kekerasan atau tetap tinggal di rumah pada malam hari bila mereka ingin aman, sudah waktunya untuk mengirim pesan perempuan juga dapat hidup dengan bebas dari rasa takut dilukai atau diserang oleh orang-orang yang mengincar mereka," tambah Creasy.
Hal itu diamini anggota parlemen dari Partai Buruh lainnya Alicia Kennedy. "Ini langkah sederhana yang dapat kami ambil saat ini untuk mulai memastikan setiap perempuan merasa lebih aman di rumah atau di jalan," kata Kennedy.
Amandemen itu didorong pembunuhan Sarah Everard yang diculik dan dibunuh dalam perjalanan pulang ke rumah pada 3 Maret lalu. Tersangka penculikan dan pembunuhannya, petugas polisi Wayne Couzens akan tampil di hadapan pengadilan Selasa ini.
Laporan lembaga pengawas peradilan Inggris, British Law Commission bulan September lalu menyimpulkan misogini harus dianggap diskriminasi terhadap kelompok lain. Di Inggris pelaku kejahatan atas dasar kebencian terhadap ras, agama, orientasi seksual, disabilitas dan identitas transgender mendapat hukuman yang berat.
Amandemen itu mendapat dukungan dari anggota partai konservatif dan berbagai sayap lainnya di parlemen. Begitu pula organisasi kemanusiaan di Inggris seperti Citizens U.K., U.N. Women U.K., dan Fawcett Society.