REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri menolak permohonan penangguhan penahanan terhadap tersangka tersangka Pasar Muammalah Depok, Zaim Saidi. Permohonan penangguhan penahanan diajukan para aktivis, LSM, pendidik, peneliti, ahli hukum yang tergabung dalam wadah 'Para Sahabat Zaim Saidi'.
"Penyidik telah menerima surat permohonan penangguhan penahanan yang bersangkutan dan tentunya penyidik memiliki pertimbangan tersendiri, sehingga tidak mengabulkan permohonan tersebut," ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Polisi Rusdi Hartono saat dikonfirmasi, Selasa (16/3).
Namun, Rusdi tidak membeberkan alasan penyidik tidak mengabulkan permohonan penangguhan yang dilayangkan para sahabat Zaim Saidi. Bagaimanapun juga, kata dia, penyidik memiliki kewenangan dan pertimbangan sendiri saat menolak permohonan penangguhan penahanan Zaim Saidi tersebut.
Sebelumnya, sejumlah orang dari berbagai latar belakang, penulis, konsultan, jurnalis, aktivis LSM, pendidik, peneliti, ahli hukum mengajukan permohonan penangguhan penahanan tersangka Pasar Muammalah Depok. Mereka menganggap, apa yang dilakukan Zaim Saidi terkait Pasar Muammalah tidaklah tercela.
"Beliau belum pernah melakukan tindak kegiatan yang merugikan masyarakat. Sebaliknya, sepanjang perjalanan hidupya, selalu menebarkan manfaat bagi masyarakat, khususnya masyarakat kecil," ujar perwakilan para sahabat Zaim Saidi, Luthfi Yazid, beberapa waktu lalu.
Bahkan, sambung Luthfi, sejak mahasiswa di IPB, Zaim menulis buku-buku edukasi dan aktif di Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Zaim dikenal sebagai kolumnis muda Majalah Tempo, selain di Kompas dan Sinar Harapan. Zaim juga aktif di Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) dan di Lembaga Ekolabel Indonesia dan di Yayasan Pembangunan Berkelanjutam.
Tidak hanya itu, kata Lutfhi, Zaim juga mendirikan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), yang aktif dalam kegiatan riset, advokasi dan promosi kedermawanan sosial. Tak lama berselang bermunculan banyak lembaga amil zakat,infak, sedekah, (ZIS) di Indonesia.
"Bersama Dr Haidar Bagir dan Ir Rahmad Riyadi, Zaim mendirikan Yayasan Yasmin Barbeku, dalam bidang pemberdayaan orang miskin," jelas Luthfi.
Selain itu, berkat ide Zaim pula, Dompet Dhuafa Republika menggulirkan gerakan wakaf. Banyak pihak yang kemudian mengikutinya, termasuk pemerintah Indonesia. Zaim belajar tasawuf ke Afrika Selatan dan Maroko. Kemudian mulai memperkenalkan penggunaan dinar dirham, termasuk ‘Pasar Muammalah’.
"Baginya, pasar harus terbuka bagi semua. Siapa datang lebih awal, silakan memilih lokasi lapak, tanpa sewa, dan tidak ada pungutan apa pun. Alat tukarnya apapun yang sah, termasuk rupiah RI dan dinar dirham tentu," ungkapnya.
Namun, lanjut Luthfi, Pasar Muammalah inilah yang disalah pahami. Karena menurutnya, di era media sosial apapun yang tak lazim akan viral, heboh. Tak terkecuali pasar muamalah dengan dinar dirham itu. Ia juga menilai kepolisian memang sangat tanggap, apalagi yang sedang viral. Tetapi ia mempertanyakan apakah perlu dilakukan penahanan terhadap Zaim.
"Bertransaksi dan barter dengan voucer dan Alipay saja boleh. Apa salahnya dengan dinar dirham yang sah dan dikeluarkan BUMN seperti PT Aneka Tambang?" kata Luthfi.