REPUBLIKA.CO.ID,YANGON--Penduduk distrik di kota terbesar Myanmar, Yangon banyak yang melarikan diri dengan truk pada Selasa (16/3) waktu setempat. Hal ini gencar dilakukan setelah pasukan keamanaan meningkatkan penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai anti kudeta.
Junta telah memberlakukan status darurat militer di Yangon dan beberapa wilayah lainnya. Siapa pun yang ditangkap di sana, akan diadili pengadilan militer dengan hukuman mulai dari kerja paksa tiga tahun hingga eksekusi.
Pada Selasa pagi, media lokal, The Irrawaddy menerbitkan foto-foto penduduk yang melarikan diri dari kotapraja. Mereka berkerumun di atas truk bak terbuka yang terjebak di kolom lalu lintas yang meliuk-liuk.
Beberapa membawa hewan peliharaan mereka di belakang sepeda motor, sementara yang lain memasukkan barang-barang mereka ke dalam tas vinil di atas tuk-tuk. "Para pekerja migran dari Hlaing Tharyar melarikan diri kembali ke negara bagian asal mereka," lapor media lokal Democratic Voice of Burma. "Kami bisa melihat orang-orang di jalan sejauh mata memandang."
Kelompok pemantau Myanmar, Asosiasi Bantuan untuk Narapidana Politik (AAPP) mencatat setidaknya 20 orang tewas dalam gelombang protes terbaru melawan kudeta militer pada Senin (15/3) waktu setempat. Televisi pemerintah, sementara itu, melaporkan bahwa seorang petugas polisi telah ditembak mati pada Ahad di kota Bago selama protes.
Nyala lilin diadakan di seluruh negeri pada Senin malam untuk berduka atas gugurnya para pengunjuk rasa di tangan aparat. Para pengunjuk rasa memberikan hormat tiga jari sebagai tanda solidaritas dengan gerakan antikudeta."Hidup atau mati, kita memiliki satu sama lain," kata aktivis terkemuka Thinzar Shunlei Yi, yang sekarang bersembunyi dikutip laman Channel News Asia, Selasa (16/3).