Rabu 17 Mar 2021 12:25 WIB

DEN Bisa Jadi Inisiator Pembahasan Kebijakan PLTN

PLTN berpeluang untuk dikembangkan di Indonesia.

Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
Foto: AP/Julie Jacobson
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri energi dan sumber daya mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro menyatakan Dewan Energi Nasional (DEN) bisa menjadi inisiator dalam pembahasan berbagai kebijakan terkait dengan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. "DEN dapat menjadi inisiator untuk pembahasan keputusan politik nasional kebijakan PLTN," kata Purnomo Yusgiantoro dalam acara Diskusi dan Peluncuran Buku "PLTN Pilihan Terakhir" yang digelar secara virtual, Rabu (17/3).

Purnomo mengemukakan, pembahasan keputusan apapun terkait dengan penggunaan nuklir juga harus mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam ketahanan energi Indonesia. Sejumlah prinsip yang penting, menurut dia, terangkum dalam 4A yaitu availability (ketersediaan), acceptance (keberterimaan), accessability (keterjangkauan akses), dan affordability (keterjangkauan harga).

Baca Juga

Selain itu, ujar dia, apabila akan dilakukan pengambilan keputusan politik nasional terkait dengan PLTN, maka selayaknya tidak hanya melibatkan pemerintah dan DPR tetapi juga harus melibatkan beragam unsur triple helix, yang mencakup pula akademisi dan industri.

Ia memaparkan, sejumlah peluang dari pengembangan PLTN di Indonesia antara lain adalah tingkat keekonomian PLTN semakin kompetitif karena ada perkembangan teknologi terkini, menjamin keamanan pasokan energi dalam skala besar yang diperlukan untuk proses industrialisasi. 

Peluang lainnya, menurut Purnomo, adalah mendukung Indonesia mencapai NDC target 29 persen pengurangan karbon pada 2030, PLTN generasi terbaru dinilai memiliki tingkat keamanan yang lebih tinggi, serta berdasarkan hasil penilaian IAEA tahun 2019, 16 dari 19 infrastruktur PLTN di Indonesia sudah siap.

Sedangkan tantangan yang ada, lanjutnya, adalah dampak bahaya radiasi dan limbah nuklir terhadap lingkungan hidup, rentan penolakan masyarakat berdasarkan pengalaman PLTN Semenanjung Muria, bahan baku dan teknologi PLTN masih harus tergantung negara lain, serta isu nuklir saat ini sangat sensitif.

Purnomo menuturkan pula bahwa apapun kebijakan yang dibuat terkait dengan sektor energi, maka bila ditolak masyarakat maka akan sulit ke depannya.Sebelumnya, Dewan Energi Nasional (DEN) menyebutkan saat ini posisi Indonesia sudah memasuki fase 1 dari siklus pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) sebagaimana disyaratkan Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA).

Anggota DEN Satya Widya Yudha dalam webinar "Nuclear as Clean & Sustainable Energy" di Jakarta, Kamis (18/2), mengatakan untuk menyelesaikan fase 1 itu, IAEA mensyaratkan harus memenuhi 19 item dan Indonesia sudah menyelesaikan 16 item. Tiga item lagi yang belum yaitu posisi nasional Indonesia, pembentukan Organisasi Pelaksana Program Tenaga Nuklir atau NEPIO yang memonitor implementasi energi nuklir, dan soal keterlibatan seluruh pemangku kepentingan termasuk masyarakat.

"Kalau Indonesia sudah memenuhi sisa tiga item yang disyaratkan IAEA pada fase 1 itu, maka Indonesia bisa masuk pada fase Go Nuklir," ujar Satya.

Satya menambahkan sesuai Kebijakan Energi Nasional (KEN) Tahun 2014, pemanfaatan nuklir di Indonesia menjadi opsi terakhir, setelah masalah keselamatan kerja, keselamatan operasi, dan pengaruh radiasi yang membahayakan terselesaikan.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement