REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Kelompok biksu Buddha paling berpengaruh di Myanmar Komite Sahgha Maha Nayaka (Mahana) mendesak junta untuk mengakhiri kekerasan terhadap pengunjuk rasa, Rabu (17/3) waktu setempat. Kelompok tersebut juga menuduh junta melakukan penyiksaan dan pembunuhan terhadap sipil tak berdosa.
Dalam kecamannya seperti dilansir laman Channel News Asia, Komite Sahgha Maha Nayaka (Mahana) berencana untuk mengeluarkan pernyataan akhir setelah berkonsultasi dengan menteri urusan agama pada Kamis.
Para biksu berada di garis depan "Revolusi Saffron" 2007 melawan junta yang saat itu berkuasa di Myanmar. Kala itu merupakan sebuah pemberontakan yang membantu membuka jalan bagi reformasi demokrasi.
Anggota Mahana tidak dapat segera dihubungi oleh Reuters untuk dimintai komentar. Namun sikap mereka yang dilaporkan menandakan keretakan dengan pihak berwenang oleh sebuah kelompok yang biasanya bekerja sama dengan pemerintah.
Kondisi di Myanmar kian tak kondusif menyusul tindakan keras aparat terhadap pengunjuk rasa damai penentang kudeta. Menurut kelompok pemantau, lebih dari 180 orang pengunjuk rasa tewas di tangan junta.
Pada gelombang protes Selasa (16/3) malam, aparat keamanan melepaskan tembakan. Akibatnya, seorang pria berusia 28 tahun tewas dalam demonstrasi di ibu kota perdagangan Yangon. Internet juga masih belum aktif di seluruh negeri yang menyulitkan verifikasi informasi. Sangat sedikit orang-orang di Myanmar memiliki akses ke Wi-Fi.