REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sebanyak 212 karyawan dari Bank Central Myanmar di-skors karena turut dalam gerakan pembangkangan sipil melawan rezim militer, Rabu (17/3) waktu setempat. Asisten direktur hingga pekerja pembersih terkena skors karena gagal menjalankan tugas.
Tindakan hukum terhadap pegawai negeri yang mogok terjadi karena pemerintahan militer telah dilumpuhkan oleh aksi gerakan pembangkangan sipil selama lebih dari sebulan. Junta telah meningkatkan tindakan penahanan, pemecatan atau skorsing hingga penggusuran pegawai negeri dari perumahan pemerintah.
Seorang anggota staf perbankan yang dikenai sanksi mengatakan, bahwa ratusan pekerja di bank yang bergabung dengan gerakan pembangkangan sipil di Yangon, Naypyitaw dan Mandalay melumpuhkan operasi keuangan di seluruh negeri. Beberapa staf pun di Naypyitaw dipaksa kembali bekerja.
Banyak staf perbankan telah meninggalkan akomodasi mereka untuk menghindari kemungkinan penggerebekan dan penahanan. "Saya tidak berani menarik gaji saya karena mereka menyuruh kami datang ke kantor untuk menerima gaji kami," katanya seperti dikutip laman The Irrawaddy, Rabu.
"Saya telah bersiap untuk terus menyerang setelah diskors," katanya. Beberapa rekannya sedang hamil atau satu-satunya pencari nafkah di keluarga mereka dan sekarang menghadapi kesulitan keuangan.
Kondisi di Myanmar kian tak kondusif menyusul tindakan keras aparat terhadap pengunjuk rasa damai penentang kudeta. Menurut kelompok pemantau, lebih dari 180 orang pengunjuk rasa tewas di tangan junta.
Pada gelombang protes Selasa (16/3) malam, aparat keamanan melepaskan tembakan. Akibatnya seorang pria berusia 28 tahun tewas dalam demonstrasi di ibu kota perdagangan Yangon.
Internet juga masih belum akatif di seluruh negeri yang menyulitkan verifikasi informasi. Sangat sedikit orang-orang di Myanmar memiliki akses ke Wi-Fi.