Rabu 17 Mar 2021 22:47 WIB

Esensi Cinta Produk dalam Negeri, Ini Catatan Sejumlah Pakar

Seruan cinta produk dalam negeri harus dimaknai upaya tanamkan nasionalisme

Seruan cinta produk dalam negeri harus dimaknai upaya tanamkan nasionalisme. Ilustrasi produk dalam negeri
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Seruan cinta produk dalam negeri harus dimaknai upaya tanamkan nasionalisme. Ilustrasi produk dalam negeri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Seruan untuk mencintai produk dalam negeri harus dimaknai sebagai gerakan kultural, yang merupakan bagian dari upaya menanamkan nasionalisme terhadap setiap elemen bangsa. 

"Semangat kemandirian bangsa sebenarnya sudah dicanangkan pendiri bangsa sejak bangsa ini berdiri. Ajakan cinta produk dalam negeri merupakan bagian dari semangat kemandirian itu," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Manifesto Cinta Produksi Dalam Negeri dalam Strategi Pemulihan Ekonomi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12,  Rabu (17/3).   

Baca Juga

Namun, menurut Lestari, bingkai kemandirian saat ini harus dijalankan dengan perspektif yang lebih dinamis. Hal ini karena  Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia dan relasinya dalam sistem perdagangan global, tidak mungkin mengisolasi diri dengan proteksionisme yang berpotensi menumpulkan daya kompetitif bangsa. 

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, sebaiknya kita sebagai bangsa untuk mencintai produk dalam negeri harus mengedepankan titik berat pada peningkatan daya saing berbagai produk yang dihasilkan anak bangsa.  

Daya saing tersebut, jelas Rerie begitu akrab disapa, bisa diwujudkan dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi dengan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya energi bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Jadi gerakan mencintai produk dalam negeri, menurut Rerie, harus diwujudkan lewat kemandirian berbasis inovasi, kedaulatan ekonomi serta ketahanan ekonomi. 

Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel, berpendapat untuk mewujudkan cinta produk dalam negeri tidak bisa hanya mengandalkan dukungan dari masyarakat saja, harus ada komitmen yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan cinta produk Indonesia lewat keberpihakannya. 

Sebagai contoh, Rachmat mengungkapkan, di sektor elektronik ada produk dalam negeri yang 50 persen-65 persen komponennya impor, celakanya komponen impornya 70 persen-80 persennya ilegal. 

Dengan kondisi seperti itu, Rachmat mengakui, banyak kendala yang harus segera diatasi untuk mewujudkan produk dalam negeri yang berdaya saing. 

Menteri Perdagangan RI Periode 2016 - 2019, Enggartiasto Lukita, berpendapat, pasar itu tidak punya ideologi, sehingga harus ada insentif yang tepat pada produk dalam negeri agar memiliki kemampuan untuk bersaing di pasar. 

Komponen pembentuk harga, ujar Enggartiasto, harus ditelusuri satu-satu untuk menciptakan efesiensi, sehingga produk dalam negeri bisa bersaing dari sisi kualitas dan harga. 

Guru Besar Institut Pertanian Bogor Ilmu Perilaku Konsumen, Ujang Sumarwan, tidak yakin semua upaya untuk menciptakan cinta produk Indonesia dibebankan kepada pemerintah semata. 

Menurut Ujang, cinta produk Indonesia harus lewat interest yang sama antara konsumen atau masyarakat dan pemerintah untuk mewujudkannya.  

Penenun dari Sumba Timur, Rambu Chiko berpendapat, produk dalam negeri harus punya ciri khas, unik, mutu dan kualitasnya harus dijaga, sehingga punya nilai tambah. Sejumlah inovasi, menurut Rambu, perlu dilakukan untuk mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi. 

Jurnalis senior, Saur Hutabarat, diakhir diskusi menegaskan kecintaan terhadap produk dalam negeri tidak bisa dibentuk dalam waktu sekejap. 

Civic culture yang membentuk nasionalisme, menurut Saur, tidak bisa dibangun secara cepat dan jangka pendek. Nasionalisme bangsa Korea saja, ujarnya, diwujudkan dalam lebih setengah abad.

Sehingga, Saur menilai bangsa Indonesia perlu waktu dan kesabaran yang panjang untuk mewujudkan nasionalisme, sehingga bisa merealisasikan kecintaannya terhadap produk dalam negeri.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement