REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Satgas Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban menanggapi pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait vaksinasi Covid-19 dilakukan malam hari pada bulan Ramadhan karena orang yang sedang puasa menjadi lemah. Menurutnya, pernyataan berpuasa menjadi lemah itu tidak benar.
"Saya setuju dengan pernyataan MUI yang menyarankan vaksinasi Covid-19 dilakukan pada malam hari saat bulan Ramadan. Tapi, saya tidak setuju dengan pernyataan MUI yang bilang kalau seseorang yang puasa itu akan jadi lemah. Itu tidak benar. Banyak sekali penelitian yang menunjukkan positifnya efek berpuasa," katanya dalam cuitan di akun Twitter miliknya, Kamis (18/3).
Dikatakannya, banyak efek positif melakukan puasa seperti meningkatkan imunitas, membantu detoksifikasi hingga mengurangi massa lemak. Penelitian di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pun membuktikan, kalau lansia yang berpuasa itu tidak menurunkan fungsi ginjalnya.
"Coba lihat juga, apakah pesepak bola muslim atau pemain basket NBA fisiknya jadi menurun ketika puasa. Kan tidak. Performanya itu tidak menurun dan prestasinya bisa dikatakan sama. Bahkan, untuk pasien dengan fungsi ginjal menurun, ternyata tidak masalah juga untuk puasa. Jadi, sekali lagi, MUI kurang tepat," kata dia.
Dia menegaskan kembali terkait rekomendasi vaksinasi Covid-19 dilakukan malam hari. Dia mengaku, setuju saja. Namun, alasannya jangan karena lemahnya orang yang berpuasa.
Selain itu, suntikan vaksin ketika berpuasa bukan merupakan pemberian makanan atau kekuatan. Sehingga tidak dianggap membatalkan puasa. Hal ini berbeda dengan infus yang merupakan cairan yang menggantikan makanan.
“Saya ini bukan ahli agama. Yang terang, suntikan vaksin tidak memberi makanan atau minuman. Artinya tidak menggantikan makan dan minum. Nah, kalau infus yang isinya cairan makanan atau minuman, itu jelas menggantikan,” kata dia.
Sebelumnya, Ketua Bidang Fatwa MUI Kiai Asrorun Niam Sholeh mengatakan, vaksinasi adalah proses pemberian vaksin dengan cara disuntikkan atau diteteskan ke dalam mulut untuk meningkatkan produksi antibodi guna menangkal penyakit tertentu. Injeksi intramuskular adalah injeksi yang dilakukan dengan cara menyuntikkan obat atau vaksin melalui otot.
"Ketentuan hukumnya, vaksinasi Covid-19 yang dilakukan dengan injeksi intramuskular tidak membatalkan puasa," kata Kiai Asrorun kepada Republika.co.id, Selasa (16/3).
Dia menyampaikan, hukum melakukan vaksinasi Covid-19 bagi umat Islam yang sedang berpuasa dengan cara injeksi intramuskular adalah boleh, sepanjang tidak menyebabkan bahaya atau dlarar.
Sehubungan dengan itu, Komisi Fatwa MUI merekomendasikan pemerintah dapat melakukan vaksinasi Covid-19 pada saat bulan Ramadhan untuk mencegah penularan wabah Covid-19 dengan memperhatikan kondisi umat Islam yang sedang berpuasa.
Merekomendasikan pemerintah dapat melakukan vaksinasi Covid-19 pada malam hari di bulan Ramadhan terhadap umat Islam. Karena, pada siangnya umat Islam berpuasa dan dikhawatirkan menyebabkan bahaya akibat lemahnya kondisi fisik.
"Umat Islam wajib berpartisipasi dalam program vaksinasi Covid-19 yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mewujudkan kekebalan kelompok dan terbebas dari wabah Covid-19," ujarnya.