Kamis 18 Mar 2021 13:38 WIB

GAPMMI Klaim Garam Lokal Belum Bisa untuk Industri

Ketua GAPMMI sebut sebagian kebutuhan industri diambil dari garam lokal

Rep: Muhammad Nursyamsi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
 Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman. Ketua GAPMMI Adhi S Lukman mengatakan industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, maka kebutuhan garam industri terus meningkat, peningkatan kebutuhan garam dipenuhi oleh impor garam. Pasalnya garam industri belum dapat dipenuhi oleh garam lokal.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman. Ketua GAPMMI Adhi S Lukman mengatakan industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, maka kebutuhan garam industri terus meningkat, peningkatan kebutuhan garam dipenuhi oleh impor garam. Pasalnya garam industri belum dapat dipenuhi oleh garam lokal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana mengimpor garam sebanyak 3,07 juta ton. Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan industri makanan dan minuman membutuhkan 747 ribu ton garam impor di tahun 2021.

Ketua GAPMMI Adhi S Lukman mengatakan industri berbahan baku garam terus meningkat setiap tahunnya, maka kebutuhan garam industri terus meningkat, peningkatan kebutuhan garam dipenuhi oleh impor garam. Pasalnya garam industri belum dapat dipenuhi oleh garam lokal. Hal ini disampaikan Adhi dalam acara Indonesia Business Forum pada Rabu (17/3).

"Industri makanan dan minuman sendiri tumbuh 1,8 persen pada 2020, belum industri yang lain," ujar Adhi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis (18/3).

Adhi menjelaskan garam yang dipakai oleh industri menyaratkan kualitas tertentu. Kadar NaCl pada garam harus minimal 97 persen serta kadar pengotor pada garam harus rendah, seperti zat kalsium dan magnesium. 

"Garam yang digunakan harus berdasarkan kriteria industri. Kita dituntut untuk membuat produk yang baik dan masa simpan yang panjang, kalau garam dengan kadar pengotornya banyak maka produk kita kalah saing dengan produk negara lain," ucap Adhi.

Adhi membandingkan sisi ekonomi adanya impor garam. Industri makanan minuman pada 2020 mengimpor garam sebesar 19 juta dolar AS. Dibandingkan dengan nilai ekspor produk bahan baku garam impor menghasilkan nilai ekpor mencapai 31 miliar dolar AS. 

"Nilai impor garam kecil, tapi menghasilkan nilai ekspor yang besar," lanjut Adhi.

Adhi menyarankan pemerintah untuk mencontoh India. Petani garam di India memperoleh keuntungan walaupun harga jualnya lebih mirah dibanding Indonesia. Pasalnya petani garam di India mampu produksi garam lebih banyak daripada di dalam negeri. 

"India produksinya 21 juta ton pertahun, sedangkan di dalam negeri baru 1,5 juta ton pada 2020," ucap Adhi.

Adhi mengatakan industri makanan minuman ikut andil menyerap garam lokal. Kebutuhan garam untuk industri sebanyak 743 ribu ton diantaranya dipenuhi garam lokal sebanyak 131 ribu ton pada 2021. 

"Penyerapan garam lokal secara berkala terus meningkat," kata Adhi.

Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Fridy Juwono mengatakan impor garam berdasarkan audit untuk verifikasi kebutuhan garam pada pengguna industri. 

"Kebutuhan impor meningkat karena ada tambahan investasi di industri pengguna garam, belum lagi ada kebutuhan peningkatan produksi bagi industri yang sudah ada," kata Fridy.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement