Kamis 18 Mar 2021 13:43 WIB

Bank Dunia, UE, PBB Beri Lampu Hijau Beri Bantuan Lebanon

Kemiskinan Lebanon melonjak sejak krisis ekonomi meletus pada 2019

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Pemandangan kawasan pelabuhan yang hancur dalam enam bulan sejak hari ledakan, di Beirut, Lebanon, 04 Februari 2021. Sedikitnya 200 orang tewas, dan lebih dari enam ribu lainnya luka-luka dalam ledakan Beirut yang meluluhlantahkan kawasan pelabuhan tersebut pada 04 Agustus. Hal ini diyakini disebabkan oleh sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang.
Foto: EPA-EFE / NABIL MOUNZER
Pemandangan kawasan pelabuhan yang hancur dalam enam bulan sejak hari ledakan, di Beirut, Lebanon, 04 Februari 2021. Sedikitnya 200 orang tewas, dan lebih dari enam ribu lainnya luka-luka dalam ledakan Beirut yang meluluhlantahkan kawasan pelabuhan tersebut pada 04 Agustus. Hal ini diyakini disebabkan oleh sekitar 2.750 ton amonium nitrat yang disimpan di gudang.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Rakyat miskin di Lebanon akan segera menerima lebih banyak bantuan dari donor internasional. Hal itu diklaim setelah Kementerian Keuangan Lebanon mendapatkan surat dari pendonor internasional tentang kesepakatan penyaluran bantuan dalam tarif yang ditetapkan oleh Bank Sentral pada Rabu (17/3) waktu setempat.

Dalam sepucuk surat kepada kementerian keuangan negara yang dilihat oleh Thomson Reuters Foundation, perwakilan dari Uni Eropa (UE), Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia mengatakan, telah mencatat perjanjian lisan pada 22 Februari oleh kepala Bank Sentral dan wakil perdana menteri untuk bantuan akan dicairkan dalam dolar AS.

Baca Juga

"Kami yakin Anda berbagi urgensi untuk meluncurkan mekanisme pencairan yang telah disepakati secepatnya, untuk memastikan konsistensi dan kontinuitas bantuan di tengah kondisi sosial-ekonomi yang semakin menantang," kata surat itu seperti dikutip laman Middle East Monitor, Kamis (18/3).

Lebanon tercatat sebagai salah satu negara dengan distribusi kekayaan yang paling tidak merata di dunia. Kemiskinan telah melonjak sejak krisis ekonomi meletus pada 2019, diperburuk oleh ledakan pada Agustus yang membuat pelabuhan dan kawasan bisnis pusat kota Beirut menjadi reruntuhan hingga pandemi Covid-19.

Dalam protes terhadap pemerintahan, para pengunjuk rasa membakar ban dan memblokir jalan di Beirut pada Selasa lalu. Hal itu meningkatkan kekhawatiran akan kerusuhan yang lebih luas di negara yang jatuh akibat melonjaknya pengangguran dan inflasi, pandemi Covid-19, dan krisis keuangan yang berakar pada puluhan tahun limbah negara dan korupsi.

Kira-kira setengah dari angkatan kerja bergantung pada upah harian yang sebagian besar dibayar dalam mata uang lokal. Sebuah studi baru-baru ini oleh organisasi bantuan CARE menemukan, 94 persen penduduk Lebanon berpenghasilan di bawah upah minimum.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement