Kamis 18 Mar 2021 14:20 WIB

Mendag: Impor Beras Bukan untuk Jatuhkan Harga Petani

Harga beras yang tak terkendali akan membahayakan perekonomian. 

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Agus Yulianto
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo melakukan panen raya padi di Desa Tambakrejo Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik. Turut hadir pada panen tersebut yakni Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Gubernur Provinsi Jawa Timur, Khofifah Indra Parawansa.
Foto: istimewa
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo melakukan panen raya padi di Desa Tambakrejo Kecamatan Duduk Sampean Kabupaten Gresik. Turut hadir pada panen tersebut yakni Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi dan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir dan Gubernur Provinsi Jawa Timur, Khofifah Indra Parawansa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada masa pandemi Covid-19 pemerintah terus berupaya untuk menjaga harga kestabilan pangan di Tanah Air. Salah satunya dengan berencana mengimpor beras satu juta ton pada tahun ini.

Rencana yang diajukan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sempat menuai kritik. Pasalnya, dianggap akan menurunkan harga beras petani.

Namun, pemerintah menilai, tidak benar. Ini karena pemerintah tetap menjamin harga beras dan gabah kering petani tidak turun dan tetap stabil.

"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani terutama saat sedang panen raya. Sebagai contoh, harga gabah kering petani itu tidak diturunkan," kata Lutfi dalam keterangan pers diterima Republika.co.id, Kamis (18/3).

Lutfi menyatakan, sejak awal pemerintah sama sekali tak berniat menjatuhkan harga beras petani, terutama saat petani sedang panen raya tiba. Sebaliknya, pemerintah merasa perlu menjaga kestabilan stok dan harga pangan, yang bisa saja dipermainkan oleh spekulan.

"Kalau harga gabah kering itu diturunkan oleh Bulog, nah itu bagian dari pada penghancuran harga beras petani," tegasnya.

Lutfi menjelaskan, rencana impor beras adalah bagian dari strategi pemerintah untuk mengendalikan harga pangan dan memastikan stoknya. Pemerintah juga harus memastikan harga beras tetap terjangkau oleh masyarakat, terutama saat pandemi Covid-19 ini.

Pada masa pandemi, kata Lutfi, kelangkaan atau kenaikan bahan pangan terutama beras tidak boleh sampai terjadi. Harga beras yang tak terkendali akan membahayakan perekonomian. Bahkan, bisa mempengaruhi daya beli masyarakat. Apalagi jika para spekulan mencoba memanfaatkan situasi untuk mengambil keuntungan pada saat pandemi.

"Ini adalah strategi pemerintah untuk memastikan, kita tidak bisa dipojokkan atau diatur oleh pedagang. Terutama para spekulan-spekulan yang berniat tidak baik dalam hal ini," kata Lutfi.

Beras yang akan diimpor nanti, rencananya juga tak akan digelontorkan ke pasar pada saat panen raya sekitar bulan April.  Namun, akan disimpan dan digunakan untuk menambah cadangan atau sebagai iron stock.

Pemerintah saat ini juga memerlukan stok beras untuk keperluan bansos dan menjaga untuk stabilisasi harga beras. "Jadi tidak dijual serta-merta ketika panen, keputusan kapan iron stock itu mesti keluar, harus dimusyawarahkan bersama-sama (antar pemangku kebijakan)," ujarnya.

Selama ini, kata Lutfi, beras adalah komoditas pangan utama di Indonesia yang harganya sangat sensitive bagi masyarakat. Pemerintah menganggap pasokannya harus memadai guna memenuhi permintaan dan menjaga kestabilan harga.

Jadi, meskipun produksi dalam negeri diproyeksi tinggi, namun sebagai strategi berjaga-jaga maka tetap diperlukan cadangan beras yang memadai. Hal ini penting untuk mengantisipasi risiko terburuk.

"Ketika barang ada meskipun harga tinggi, itu jauh lebih mudah, daripada harga tinggi Namun barang tidak ada," kata dia.

Dia menambahkan, rencana impor beras ini juga dilakukan sebagai bentuk mitigasi yang dipersiapkan sejak awal oleh pemerintah untuk menghindari terjadinya permasalahan gejolak harga, terutama pada saat pandemi Covid-19.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement