Kamis 18 Mar 2021 16:11 WIB

Myanmar Semakin Terisolasi, Akses Internet Dibatasi

Pihak berwenang telah membatasi layanan Internet yang digunakan pengunjuk rasa

Rep: ferginadira/ Red: Hiru Muhammad
 Pengunjuk rasa anti kudeta menguji senjata rakitan yang mereka buat untuk berperang dengan pasukan keamanan bersenjata Myanmar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021.
Foto: AP
Pengunjuk rasa anti kudeta menguji senjata rakitan yang mereka buat untuk berperang dengan pasukan keamanan bersenjata Myanmar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON--Myanmar kini menghadapi isolasi yang semakin meningkat dalam tindakan militer yang kian ketat. Pada Kamis (18/3) layanan internet terbatas dan surat kabar swasta dipaksa berhenti terbit.

Badan pangan PBB pekan ini mengingatkan, kenaikan harga makanan dan bahan bakar di seluruh negeri dapat merusak kemampuan keluarga miskin untuk memberi makan diri mereka sendiri. "Apapun yang terjadi di Myanmar dalam beberapa bulan mendatang, ekonomi akan runtuh, menyebabkan puluhan juta orang dalam kesulitan dan membutuhkan perlindungan segera," kata sejarawan dan penulis Thant Myint-U di Twitter.

Pihak berwenang telah membatasi layanan Internet yang digunakan pengunjuk rasa untuk mengatur jalannya demo damain. Akses ke Wi-Fi di tempat umum sebagian besar ditutup pada Kamis (18/3) waktu setempat.

Penduduk beberapa kota, termasuk Dawei di selatan, melaporkan tidak ada Internet sama sekali. Kantor Berita swasta Tachilek di timur laut menerbitkan foto-foto pekerja yang memotong kabel yang dikatakan sebagai sambungan serat dengan negara tetangga Thailand. Namun, Reuters tidak dapat memverifikasi laporan tersebut. Seorang juru bicara junta tidak menjawab panggilan telepon untuk meminta komentar menyoal tindakan junta memutus internet.

Informasi di dalam negeri menjadi semakin sulit untuk diverifikasi. Kantor Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa mencatat, lebih dari 35 jurnalis telah ditangkap, termasuk 19 orang yang masih ditahan.

Sementara, pihak berwenang telah memerintahkan beberapa surat kabar untuk ditutup. Sementara kantor surat kabar yang lain tampaknya terpaksa tutup karena alasan logistik. Koran swasta terakhir berhenti terbit pada Rabu.

Namun, media yang dikelola negara tidak terpengaruh. Televisi pemerintah melaporkan pada Rabu malam bahwa Aung San Suu Kyi sedang diselidiki karena penyuapan sehubungan dengan menerima empat pembayaran senilai 550 ribu dolar AS dari seorang pengusaha terkemuka.

Pengembang properti Maung Weik, dalam komentar yang disiarkan di buletin berita televisi pemerintah, mengatakan dia telah memberi Aung San Suu Kyi empat pembayaran, mulai dari 50 ribu dolar AS hingga 250 ribu dolar AS pada 2019 dan 2020, ketika dia memimpin pemerintahan sipil pertama dalam beberapa dekade. "Menurut kesaksian U Maung Weik, Aung San Suu Kyi bersalah atas penyuapan dan komisi antikorupsi sedang menyelidiki untuk mengambil tindakan berdasarkan undang-undang antikorupsi," kata televisi pemerintah.

Ini bukan pertama kalinya tuduhan korupsi diajukan terhadap pemimpin peraih Nobel Perdamaian itu. Pekan lalu seorang juru bicara junta mengatakan seorang menteri utama yang sekarang ditahan telah mengaku memberinya 600 ribu dolar AS dan lebih dari 10 kg emas batangan.

"Tuduhan itu tidak berdasar dan tidak masuk akal," kata pengacara Suu Kyi, Khin Maung Zaw. "Aung San Suu Kyi mungkin memiliki kekurangan, tapi suap dan korupsi bukanlah sifatnya," katanya menambahkan.

Menurutnya, kebanyakan orang di Myanmar tidak akan mempercayai tuduhan tersebut. Aung San Suu Kyi (75 tahun) putri yang sangat populer dari pemimpin gerakan Myanmar untuk merdeka dari kekuasaan kolonial Inggris, telah berkampanye menentang pemerintahan militer sejak 1988 dan menghabiskan bertahun-tahun dalam penahanan.

Kudeta 1 Februari membuat kembali Suu Kyi ditahan. Kudeta dibenarkan militer dalam tudingan penimpuan pada pemilihan umum 8 November yang dimenangkan  partai yang dipimpin Suu Kyi.

Aung San Suu Kyi sudah menghadapi berbagai tuduhan termasuk mengimpor radio walkie-talkie secara ilegal dan melanggar protokol virus corona. Jika terbukti bersalah, dia bisa dilarang terjun ke politik.

 

 

sumber : reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement