REPUBLIKA.CO.ID, oleh Inas Widyanuratikah, Dessy Suciati Saputri, Febrianto Adi Saputro
Vaksinasi bagi tenaga pendidikan atau guru dikejar bisa tuntas di tahap kedua vaksinasi. Pemerintah pasalnya mengupayakan bisa membuka kembali sekolah setelah semua guru divaksinasi.
Meski sekolah dibuka kembali, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, menegaskan orang tua punya hak untuk tidak mengizinkan atau mengizinkan anaknya melakukan pelajaran tatap muka. Nadiem mengatakan satuan pendidikan yang tenaga pendidiknya sudah divaksin dua kali, wajib memberikan pilihan buka sekolah. Tapi orang tua dibolehkan tidak mengizinkan anaknya kembali ke sekolah.
"Setelah dilakukan vaksinasi untuk semua guru dan tenaga pendidikan di sekolahnya, satuan pendidikan itu wajib memberikan opsi layanan pembelajaran tatap muka," kata Nadiem, saat rapat kerja bersama Komisi X DPR RI, Kamis (18/3).
Orang tua yang tidak menginginkan anaknya untuk tatap muka, maka diperbolehkan untuk tetap melakukan pembelajaran jarak jauh. Pada akhirnya, walaupun sekolah diwajibkan memberi pilihan tatap muka, namun siswa diperbolehkan tidak mengambil pilihan tersebut.
Nadiem melanjutkan pembelajaran tatap muka yang dilakukan pun tetap dengan kondisi yang terbatas. Satuan pendidikan wajib memenuhi daftar periksa ketika tenaga pendidikan sudah divaksin sebanyak dua kali.
Warga satuan pendidikan yang memiliki komorbiditas tidak terkontrol pun masih dilarang untuk mengikuti pembelajaran tatap muka terbatas. Kepala sekolah satuan pendidikan juga wajib memantau dan memberhentikan sementara pembelajaran tatap muka jika ada konfirmasi positif.
"Jadi kalau ada kondisi-kondisi komorbiditas yang tidak terkontrol, itu tidak boleh melakukan tatap muka," kata Nadiem menambahkan.
Ia menegaskan, pembelajaran tatap muka berada dalam kondisi terbatas. Maksimal 18 anak untuk SMA, SMP, dan SD, sementara lima peserta didik per kelas untuk SLB dan PAUD. Aturan jarak pun harus diterapkan dan wajib menggunakan masker.
Kantin, lanjut Nadiem, tetap tidak diperbolehkan untuk dibuka. Kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler juga belum boleh dilaksanakan, namun Kemendikbud akan melakukan observasi. Selain itu, kegiatan pembelajaran di luar satuan pendidikan juga harus menjaga protokol kesehatan.
Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PKS, Ledia Hanifa, mengatakan pemerintah perlu memperhitungkan kelengkapan pembelajaran secara campuran (hybrid). Pembelajaran secara hybrid artinya adalah campuran antara jarak jauh dan tatap muka.
"Untuk virtual kelengkapannya saja, para guru harus menyiapkannya secara ekstra. Sementara ketika hybrid saya khawatir yang diperhatikan hanya siswa yang tatap muka. Yang virtual tidak diperhatikan karena berarti kan harus dobel konsentrasi," kata Ledia, dalam rapat kerja Komisi X DPR bersama Kemendikbud, Kamis (18/3).
Selain itu, ia juga mengusulkan agar Kemendikbud melakukan evaluasi siswa yang putus sekolah akibat Covid-19. Sebab, ia mendapatkan laporan banyak anak-anak yang terpaksa putus sekolah karena membantu orang tuanya bekerja.
Sementara itu, Anggota Komisi X RI Fraksi Nasdem, Ratih Megasari Singkarru, mengatakan pembelajaran dengan metode hybrid bisa menjadi pilihan yang tepat. Namun, dalam pelaksanaan kebijakan tersebut Kemendikbud diminta tetap waspada.
"Walaupun nantinya vaksin Covid-19 sudah diberikan kepada seluruh guru, dosen dan tenaga pendidikan, tetap kita harus berhati-hati apalagi sudah beredar bahwa ada varian baru Covid-19 ini," kata Ratih.
Kemendikbud juga diminta menyediakan arahan untuk pelaksanaan pembelajaran tatap muka nantinya. Ratih menegaskan, tatap muka yang akan diperbolehkan setelah semua guru divaksin harus jelas mekanismenya sehingga mampu mengatasi learning loss.
"Mungkin ada baiknya dilakukan simulasi dan kontrol di setiap sekolah. Dan juga nantinya akan diadakan evaluasi terkait perkembangan kasus penularan dari simulasi tersebut. Hal ini dapat memberikan kami informasi mengenai risiko yang akan dihadapi oleh peserta didik dan keluarganya," kata dia lagi.