REPUBLIKA.CO.ID, GARUT -- Menjelang bulan Ramadhan yang semakin dekat, Direktur Jenderal Hortikultura Prihasto Setyanto memantau kondisi riil pertanaman cabai di Kabupaten Garut sebagai sentra cabai terbesar nasional pada Rabu (17/3).
Secara nasional, Kabupaten Garut memberikan share produksi terbesar pertama untuk cabai besar dan terbesar ke-7 untuk cabai rawit. Selain potensi lahannya yang luas, produktivitas cabainya juga cukup tinggi. Untuk cabai besar, produktivitasnya mencapai 15,25 ton/ha, sementara untuk cabai rawit mencapai 14,24 ton/ha. Oleh karena itu, pemerintah berharap Kabupaten Garut mampu menjadi peyangga pasokan cabai untuk Jabodetabek.
Sesuai arahan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL), kunjungan kerja ke Kabupaten Garut ini bertujuan memastikan ketersediaan cabai cukup, khususnya untuk HBKN (Hari Besar Keagamaan Nasional) Ramadhan dan Idul Fitri mendatang. Pria yang akrab disapa Anton tersebut mengunjungi sentra produksi cabai di Kecamatan Samara dan Banyuresmi, serta berkunjung ke sentra pembibitan cabai di Kecamatan Pasirwangi. Luas tanam cabai di kedua Kecamatan tersebut kurang lebih 670 hektare, dengan cabai rawit seluas 230 hektare dan cabai besar seluas 440 hektare. Kedua lahan tersebut diprediksi akan memasuki puncak panen Mei mendatang.
"Berdasarkan prediksi tersebut, saya pikir kebutuhan cabai pada Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini dapat tercukupi," ujar Anton.
Anton juga menjelaskan bahwa tingginya harga cabai yang terjadi saat ini merupakan akibat dari kebijakan PSBB di awal pandemi Covid-19 sehingga petani merugi, kehabisan modal dan akhirnya mengurangi luas tanamnya. Namun demikian, Ditjen Hortikultura terus mendorong produktivitas petani dengan memberikan bantuan saprodi dan pengendalian OPT.
"Meskipun harga tinggi, pemerintah tidak melakukan impor cabai segar. Seratus persen kebutuhan cabai segar di Indonesia, dipenuhi dari produksi dalam negeri," tambahnya.