REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Rumah Sakit (RS)Darurat Covid-19 Wisma Atlet di Kemayoran, Jakarta Pu sat, tidak hanya merawat pasien yang positif Covid-19, tapi juga melakukan kerja-kerja pencegahan penularan. Koordinator RS Wisma Atlet, Mayor Jenderal TNI Tugas Ratmono, mengatakan, pihaknya memiliki cara kerja sistematis mencegah penularan Covid-19.
Menurut dia, totalitas dari hulu ke hilir menjadi kunci keberhasilan dalam peperangan versus Covid-19. Berbasis big data yang tersimpan dalam sistem informasi digital yang di bangunnya, RS darurat tersebut memberikan umpan balik yang jitu. Mereka sanggup melacak (tracing) kontak erat pasien sebelum sang pasien dirawat (treating).
Data pelacakan selanjutnya digunakan dinas kesehatan melakukan pengujian (testing) terhadap orang yang menjalin kontak erat dengan pasien Wisma Atlet. Ratmono menyatakan, penanganan Covid-19 harus dilakukan secara total, responsif, dan integratif dari hulu sampai ke hilir. Jika penangan bersifat parsial, Covid-19 tidak akan tuntas dan akan terus menjadi hal menakutkan di negeri ini.
"Konsep dasarnya adalah jangan tertular dan jangan menulari. Konsep ini dijabarkan dalam beberapa strategi di lapangan," kata dia, Kamis (18/3).
Kepala Pusat Kesehatan TNI itu menjelaskan, pelacakan di lakukan dengan mendata orang-orang yang ke mung kinan ter papar Covid-19. Data di dapatkan dengan menanyakan pada orang yang terkonfirmasi positif Covid-19, siapa saja orang yang men ja lin kon tak erat dengannya. Orang yang terdata ke mudian di lacak dan dilakukan pe nge tesan.
Awalnya, Ratmono mendirikan tim survailans yang berkantor di lantai 2 Menara 2 RS Darurat Covid-19 Wisma Atlet. Mereka beranggotakan 28 orang relawan dari para ahli bidang epidemi. Setiap pasien yang masuk di Wisma Atlet akan diwawancarai lewat telepon.
Kerja tim ini tidaklah mudah, mengingat jumlah pasien Wisma Atlet yang mencapai lebih dari 50 ribu orang. Namun, mereka terbantu dengan layanan data RS yang sudah terintegrasi.
Setiap pasien masuk, datanya segera diinput bagian rekam medis ke dalam aplikasi sistem informasi manajemen RS. Data pasien yang baru masuk, langsung terbaca tim surveilans lewat aplikasi SIM-RS. Tak menunggu waktu, anggota tim surveilans segera mengontak pasien lewat telepon.
Jika 28 anggota tim surveilans kewalahan mendata banyaknya jumlah pasien, mereka akan meminta bantuan tim perawat. Selanjutnya, aktivitas pasien dilacak dalam dua pekan terakhir. Dengan demikian, tim surveilans akan mendapatkan data nama orang yang menjalin kontak erat dengan sang pasien.
Kumpulan data pasien diwujudkan dalam peta surveilans. Melalui for mulasi tertentu, dalam peta akan tergambar warna merah, oranye, dan hijau sesuai risiko penularan Covid-19. Data kontak erat dan peta itu akan terbaca oleh dinas kesehatan setempat untuk ditindaklanjuti.
Ratmono yakin strategi 3T secara responsif integratif sebagai kelanjutan protokol kesehatan 5M akan memutus mata rantai penularan Covid-19. (antara, ed:ilham tirta)