REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah Kabupaten Tasikmalaya. MK menyatakan pasangan calon (paslon) bupati dan wakil bupati Tasikmalaya Iwan Saputra-Iip Miptahul Paoz yang menjadi pemohon gugatan ini tidak memiliki kedudukan hukum.
"Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan sengketa Pilkada 2020, Jumat (19/3).
Hal tersebut berkaitan dengan batasan persentase selisih perolehan suara antara pemohon dan paslon yang meraih suara terbanyak, sebagai syarat mengajukan permohonan sengketa hasil pilkada. Perolehan suara Iwan-Iip adalah 308.259, sedangkan paslon Ade Sugianto-Cecep Nurul Yakin mendapatkan 315.332 suara.
Sehingga perbedaan perolehan suara sebanyak 7.073 suara atau 0,73 persen. Selisih ini jauh dari syarat untuk memgajukan sengketa perselisihan suara paling banyak 0,5 persen atau 4.795 suara.
Sebenarnya, MK telah menunda pemberlakuan ambang batas selisih perolehan suara tersebut dengan melanjutkan sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan pembuktian. Namun, dalam persidangan, MK menilai, dalil-dalil pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum.
Anggota hakim MK Aswanto memaparkan, berdasarkan fakta-fakta hukum, Mahkamah tidak cukup mendapatkan keyakinan terkait adanya dugaan pembagian uang atau money politic sebagaimana didalilkan pemohon. Mahkamah meyakini, pembagian uang Rp 500 ribu yang merupakan uang operasional untuk kegiatan RT Siaga tidak ada kaitannya dengan tujuan mempengaruhi pemilih.
Berkaitan dengan fakta hukum adanya pemberian uang Rp 25 ribu per orang kepada sejumlah warga yang menjadi saksi di persidangan, tidak didukung oleh fakta hukum lain. Menurut MK, hal tersebut tidak cukup kuat untuk membuktikan adanya dugaan politik uang.
"Mahkamah berpendapat dalil pemohon berkaitan dengan dugaan adanya pembagian uang (money politic) yang dilakukan pasangan calon nomor urut 2 (Ade-Cecep) secara terstruktur, sistematis, dan masif, adalah tidak beralasan menurut hukum," kata Aswanto.
MK juga menilai subtansi yang menjadi objek Surat Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya Nomor 046/K.Bawaslu.JB-18/PM.00.02/XII/2020 bertanggal 30 Desember 2020, surat pengumuman KPU Kabupaten Tasikmalaya Nomor 15/PY.02.1-Pu/3206/KPU-Kab/I/2021 tentang Hasil Tindak Lanjut atas Surat Bawaslu Tasikmalaya tersebut di atas bertanggal 11 Januari 2021, serta Putusan Mahkamah Agung Nomor 2P/PAP/2021 bertanggal 28 Januari 2021, tidak berbeda dengan dalil-dalil pokok permohonan yang telah dinyatakan tidak beralasan menurut hukum tersebut.
"Mahkamah juga tidak mendapatkan keyakinan bahwa hal tersebut terbukti kebenarannya sebagai pelanggaran dalam Pilkada di Kabupaten Tasikmalaya," tutur Aswanto.