REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Sudah menjadi fitrah manusia ketika mengejarkan suatu amalan seperti shalat, sedekah dan amal-amal lainya berharap mendapat seuatu dari apa yang telah dikerjakannya. Misalnya kita sedekah supaya anak lulus sekolah, dapat pekerjaan dan jodoh atau lainnya yang sipatnya duniawi.
"Ini biasa memang tipikal orang ketika beramal ingin mendapatkan kompensasi, adalah wajar itu sesuai fitrahnya," kata Ustaz Adi Hidayat Lc, MA dalam sesi tanya jawab bersama jamaah seperti disiarkan Al-Hujjah Channel Islam.
Ustaz Adi mengatakan, fitrah ini sesui Alquran surah Ali Imran ayat 33 yang artinya.
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa."
"Lihat kalimatnya, berharap mendapat surga yang seluas langit dan bumi," tutur Ustaz Adi.
Di dalam Alquran kata Ustaz Adi, membolehkan manusia mengerjakan amalan supaya masuk surga yang merupakan puncak tertinggi. Katanya, ada orang-orang tertentu ketika beramal ingin mendapatkan surga itu bagian dari keikhlasan.
Tapi itu keikhlasan paling rendah ketika dia mengerjakan sesuatu ingin mendapatkan balasan tetapi sesuai dengan keinginan Allah. Memang yang memerintahkan kita beramal agar masuk surga adalah Allah dan dibenarkan mengerjakan amalan agar mendapatkan surga.
"Tapi itu tingkatan paling bawah. Puncak tertingginya saya tidak peduli melakukan shalat, Allah masukan surga atau kemanapun yang penting saya shalat Allah Ridho itu puncak tertingginya," katanya.
Dalam 134 surah Ali-Imrag ada orang yang mengerjakan amalan supaya masuk surga, diantaranya infaq, sanggup menahan amarah. Jadi ketika dia infaq motivasinya supaya mendapatkan surga seluas langit dan bumi
"Itu kata Alquran boleh tetapi tingkat tertinggi, dia tidak punya pamrih dengan amalannya. Terserah Allah cuman yang tidak tepatnya itu adalah ketika amalan-amalan anda ditarik kepada urusan dunia. Itu yang sangat disayangkan," katanya.
Sementara itu Wakil Ketua Umum Persis KH Jeje Zainuddin, terkait dengan beramal dengan suatu amalan yang baik sementara pahala kebaikannya diniatkan untuk orang lain. Baik itu untuk orangtua, anak, ataupun kepada orang lain, perlu dipahami berbagai pandangan dan penafsiran para ulama atas beberapa dalil Alquran dan Sunah.
Di antaranya An Najm ayat 39 yang artinya. "Dan sesungguhnya tidaklah seseorang akan memperoleh pahala kecuali apa yang diusahakanya."
"Usaha seseorang itu ada yang bersifat langsung ada yang bersifat tidak langsung. Ada yang dapat diwakilkan dan ada yang tidak diwakilkan," katanya.
Menurutnya, usaha atau amal seseorang yang besifat langsung itu seperti seorang yang menunaikan kewajiban shalat atau puasa dan sedekah untuk dirinya sendiri tentu tidak bisa ia meniatkan pahalanya bagi orang lain ataupun meminta orang lain mewakili dirinya.
Adapun amal yang tidak langsung seperti seorang yang membangun mesjid untuk shalat atau menyediakan makan minum untuk sahur dan berbuka puasa orang lain, maka ia selain memperoleh pahala sedekah mesjid dan makanannya itu.
"Niscaya ia juga memperoleh bagian pahala dari orang-orang yang shalat di mesjid yang ia bangun dan bagian pahala dari orang yang berpuasa dengan makan sahur dan buka yang ia sedekahkan, tanpa mengurangi pahala pelakunya sedikitpun," katanya.
Dalam konteks ini, kata KH Jeje, bukan berarti si pembangun mesjid dapat pahala dari amal salat orang lain, tetapi pahala yang senilai dengan pahala salat. Sebab ia memberi sarana untuk salat dan puasa tersebut.
"Maka ia memperoleh pahala salat dari salat orang lain yang menggunakan sarana yang ia sediakan itu," katanya.
Hal ini kata KH Jeje sesuai dengan yang disabdakan Nabi Muhammad. "Siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia memperoleh pahalanya dan pahala dari orang orang yang mengikutinya tanpa dikurangi dari pahala mereka sedikitpun". (HR. Imam Muslim).
Demikian juga sabda Nabi, bahwa pahala amal anak Adam itu terputus manakala ia meninggal, kecuali pahala ilmu yang dimanfaatkan, sedekah jariyah, dan anak saleh yan senantiasa mendoakannya.
Menurut KH Jeje bahwa seseorang mendapatkan pahala dari perbuatan orang lain, bukan karena orang lain itu meniatkan menghadiahkan pahala amalnya untuk dia, tetapi karena ia telah berusaha atas amal baik orang lain itu secara langsung atau tidak langsung. Adapun misalnya, jika seorang ibu atau bapak melakukan salat sunat atau puasa sunat dengan niat agar anaknya menjadi saleh dan selamat serta sukses, maka tidak tepat salat dan puasanya diniatkan untuk anaknya itu.
Melainkan niat pahala salat dan puasanya tetaplah bagi dirinya, dan dengan amal saleh salat dan puasa itu mendekat dirinya kepada Allah. Sehingga memungkinkan doa-doa dia untuk kesalehan dan kesuksesan anaknya sangat besar kemunginan dikabulkan.
"Alquran sendiri menyuruh agar memohon pertolongan kepada Allah melalui sabar dan salat. Dan puasa itu diantara wujud kesabaran," katanya.