REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polres Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, menangkap MR, tersangka pembuat Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el) palsu. Penangkapan menyusul maraknya peredaran dokumen kependudukan palsu tersebut di tengah masyarakat.
Pengungkapan kasus ini berawal dari adanya pengaduan dari masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan di Pelabuhan Tanjung Priok yang mengeluhkan banyak oknum yang mengurus pengeluaran barang menggunakan KTP-el palsu. "Kami terus berupaya menciptakan situasi yang aman di masyarakat dalam situasi pandemi saat ini, salah satunya dengan mengungkap adanya kelompok yang memanfaatkan situasi untuk mencari keuntungan pribadi yaitu dengan membuat e-KTP palsu," kata Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Putu Kholis Aryana melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (19/3).
Putu berpesan agar masyarakat tidak membuat dokumen palsu termasuk e-KTP palsu karena hal itu melanggar hukum. "Atas kejadian ini kami mengimbau kepada masyarakat lainnya untuk tidak membuat e-KTP palsu dan diharapkan tetap pada jalur yang benar dalam proses pembuatannya (e-KTP). Polres Pelabuhan Tanjung Priok beserta seluruh jajaran Kepolisian tidak akan segan memproses hukum para pelaku yang membuat dokumen palsu," tutur AKBP Putu Kholis Aryana.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka MR mengaku telah satu tahun menerima pesanan pembuatan e-KTP palsu dengan tarif Rp200.000 hingga Rp300.000 per lembar. Polisi mencatat ada 225 lembar e-KTP palsu terbitan tersangka MR yang beredar di masyarakat.
"Saudara MR mengaku sudah satu tahun menerima pesanan pembuatan e-KTP palsu tersebut dengan tarif satu lembarnya antara Rp200.000 hingga Rp300.000 dan sudah beredar kurang lebih 225 lembar e-KTP palsu di tengah masyarakat hasil cetakan atau terbitan dari MR," kata Kasatreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok AKP David Kanitero.
Barang bukti yang disita polisi dari pelaku antara lain alat laminating, alat potong ukuran KTP, beberapa e-KTP palsu yang siap dikirimkan kepada pemesan.Atas perbuatannya, tersangka MR terancam Pasal 96A Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependudukan dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. Satreskrim Polres Pelabuhan Tanjung Priok saat ini masih mengembangkan kasus ini guna menyelidiki kemungkinan keterlibatan pelaku lain.