Sabtu 20 Mar 2021 15:32 WIB

Uni Eropa akan Jatuhkan Sanksi Pejabat Militer Myanmar

Korban tewas bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan mencapai 237 orang

Rep: rizky jaramaya/ Red: Hiru Muhammad
 Pengunjuk rasa anti kudeta menguji senjata rakitan yang mereka buat untuk berperang dengan pasukan keamanan bersenjata Myanmar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021.
Foto: AP
Pengunjuk rasa anti kudeta menguji senjata rakitan yang mereka buat untuk berperang dengan pasukan keamanan bersenjata Myanmar di Yangon, Myanmar pada Rabu, 17 Maret 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS--Uni Eropa akan menjatuhkan sanksi terhadap 11 pejabat militer Myanmar. Langkah ini dilakukan setelah Uni Eropa sepakat untuk menargetkan sanksi terhadap militer Myanmar sebagai tanggapan atas kudeta yang dilakukan pada 1 Februari.

Dilansir Aljazirah, Sabtu (20/3), seorang diplomat mengatakan, 11 pejabat militer Myanmar akan dikenakan sanksi berupa pembekuan aset dan masuk ke dalam daftar hitam larangan visa ke negara anggota Uni Eropa. Uni Eropa sebelumnya telah memberlakukan embargo senjata terhadap Myanmar dan memasukkan 14 pejabat tinggi militer dan perbatasan ke daftar hitam, atas penganiayaan terhadap minoritas mayoritas Muslim Rohingya. 

Sebelumnya, pelapor khusus PBB tentang hak asasi manusia Myanmar, Tom Andrews meminta para pemimpin dunia untuk segera menanggapi kekerasan berkelanjutan yang dilakukan oleh pasukan keamanan terhadap para demonstran. Andrews mendesak para pemimpin dunia memberikan sanksi kepada militer Myanmar “dengan memotong akses aset keuangan mereka dan senjata”.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyerukan kecaman atas kekerasan yang dilakukan oleh militer terhadap warga sipil. Menurutnya tanggapan internasional yang tegas sangat dibutuhkan untuk meredam situasi di Myanmar yang semakin memanas. Juru bicara junta militer Myanmar tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Hal ini memicu aksi protes besar-besaran di seluruh wilayah Myanmar. Pasukan keamanan menggunakan kekuatan maksimal untuk membubarkan para demonstran. 

Menurut kelompok aktivis Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, jumlah korban tewas dalam bentrokan antara demonstran dan pasukan keamanan mencapai 237 orang. Kekerasan dan kerusuhan yang terjadi di Myanmar mendorong ribuan warga memilih untuk meninggalkan negaranya dan berpindah ke India. 

Pihak berwenang India melaporkan, lebih dari 1000 orang Myanmar telah menyeberang ke negara bagian Mizoram, India sejak akhir Februari. Anggota parlemen dari Mizoram, K. Vanlalvena mengatakan, jumlah pengungsi Myanmar yang datang ke India kemungkinan akan meningkat. Dia meminta pihak berwenang di negara bagian timur laut dapat mendorong otoritas federal untuk membantu membangun kamp pengungsi di dekat perbatasan.“Kalau tidak, semua pengungsi akan terpencar di mana-mana di India,” ujar Vanlalvena. Rizky Jaramaya

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement