REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi mengatakan pesawat tak berawak menghantam fasilitas minyak di ibu kota Riyadh pada Jumat (19/3). Serangan ini memicu kebakaran di instalasi meski tidak menyebabkan cedera atau kerusakan dan tidak mempengaruhi pasokan minyak.
"Kilang minyak Riyadh diserang oleh pesawat tak berawak, mengakibatkan kebakaran yang berhasil dikendalikan," kata Kementerian Energi Saudi itu dalam sebuah pernyataan dikutip dari Aljazirah.
Kementerian Energi meminta dunia untuk melawan agresi teroris dan subversif. Pihak yang melakukan atau mendukung aksi tersebut pun harus mendapatkan sorotan.
Sebelum pernyataan resmi itu muncul, milisi Houthi yang berpihak pada Iran di Yaman melaporkan bahwa meluncurkan enam drone di fasilitas milik Saudi Aramco di Riyadh. Arab Saudi mengutuk serangan itu dengan mengatakan serangan itu menargetkan keamanan dan stabilitas pasokan energi dunia.
"Angkatan bersenjata kami melakukan operasi pada fajar hari ini ... dengan enam drone yang menargetkan perusahaan Aramco di ibu kota musuh Saudi, Riyadh," kata juru bicara militer Houthi, Yahya Sarea.
Pihak berwenang tidak menyebutkan fasilitas yang terkena dampak. Aramco memiliki kilang minyak di tenggara Riyadh. Kilang itu menghasilkan bensin, solar, bahan bakar jet, dan produk lainnya untuk konsumsi di sekitar ibu kota kerajaan.
Houthi telah meningkatkan serangan ke Arab Saudi yang pengekspor minyak utama dunia dalam beberapa pekan terakhir. Sarea mengatakan operasi melawan Arab Saudi akan terus berlanjut dan meningkat selama agresi Saudi terhadap Yaman terus berlanjut. Dia juga memperingatkan perusahaan dan warga asing untuk menghindari situs militer dan infrastruktur utama.
Koalisi yang dipimpin Saudi telah memerangi Houthi sejak Maret 2015, beberapa bulan setelah milis merebut ibu kota Yaman, Sanaa. Perang telah menemui jalan buntu sejak saat itu, dengan Arab Saudi menghadapi kecaman internasional atas serangan udaranya yang menewaskan warga sipil.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan situasi di Yaman sebagai bencana kemanusiaan terburuk di dunia dengan kelaparan massal, penyakit, dan kemiskinan yang sebagian besar disebabkan oleh perang. Konflik tersebut telah menewaskan sekitar 130 ribu orang termasuk lebih dari 12 ribu warga sipil.