REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan, mengatakan, dua periode masa jabatan presiden merupakan yang paling ideal. Jika tetap dipaksakan menjadi tiga periode, hal tersebut dinilai sebagai sesuatu yang tak sesuai semangat reformasi.
"Absolutely power, absolutely corrupt. Nah kalau kita memperpanjang lagi ini (masa jabatan presiden) akan banyak implikasinya terhadap semangat reformasi," ujar Syarief dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (20/3).
MPR, kata Syarief, hingga saat ini tidak memiliki agenda perubahan amandemen untuk mengubah masa jabatan presiden. Bahkan, wacana tersebut disebutnya tak pernah terpikir sama sekali.
Jika memang ada agenda tersebut, Fraksi Partai Demokrat akan tegas menolak rencana tersebut. Sebab, masa jabatan presiden selama dua periode ditegaskannya merupakan hal yang paling ideal saat ini.
"Partai Demokrat sejak awal menolak untuk dilakukan amandemen UUD 1945. Apalagi terkait periodesasi masa jabatan presiden dan wakil presiden yang sekarang," ujar Syarief.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Ade Irfan Pulungan menegaskan, Presiden Joko Widodo dengan tegas menolak wacana untuk mengubah masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Ia juga berkeyakinan, mantan Gubernur DKI Jakarta itu tak berambisi menjadi presiden satu periode lagi.
"Kami berkeyakinan Pak Jokowi tak punya ambisi untuk melanggar konstutusi negara. Beliau sama sekali tak punya niat," ujar Irfan.
Hal tersebut bahkan sudah ditegaskan Jokowi sejak awal ia menjabat sebagai presiden di periode keduanya. Saat itu, Jokowi menyebut bahwa sosok yang menggaungkan wacana tersebut hanya sedang mencari muka.
"Dia (Jokowi) sudah jelaskan ada tiga statement yang disampaikan waktu itu. Ini seperti menampar saya, kemudian beliau menyebut isu itu menjerumuskan, dan mencari muka," ujar Irfan.