REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai perlu melakukan investasi besar di bidang sumber daya manusia (SDM). Ketua Koordinasi Pengembangan Ristek, Inovasi, dan Kewirausahaan ICMI Prof Akhmaloka mengatakan jika Indonesia tak melakukan investasi bidang SDM bisa membuat pembangunan Indonesia menjadi stagnan.
"Kalau kita tidak bisa menginvestasi SDM kita dengan baik, saya takut, barangkali kita semua (takut) Indonesia akan masuk di middle income trading countries, kemudian juga pembangunan di Indoensia akan stagnan sampai di situ," kata Akhmaloka, dalam ICMI Talks, Sabtu (20/3).
Akhmaloka mengatakan ada 68 persen penduduk di usia produktif pada 2020. Pendidikan dinilai menjadi kunci utama dalam menyiapkan generasi emas ketika Indonesia memasuki usia 100 tahun pada 2045.
Akan tetapi, mengacu pada data pada 2010, hanya 7,2 persen SDM di Indonesia yang menyandang pendidikan tinggi. Sebanyak 22,4 persennya SDM menyandang pendidikan menengah. Sisanya, yaitu 70,4 persen SDM menyandang pendidikan dasar.
"Pendidikan dasar itu adalah SMP ke bawah," jelas Akhmaloka.
Padahal menurut OECD, idealnya sebuah negara memiliki 40,3 persen SDM yang menyandang pendidikan tinggi. Sebanyak 39,3 persen SDM yang menyandang pendidikan menengah. Dan sebanyak 20,4 persen SDM yang menyandang pendidikan dasar.
"Dan kalau kita amati dari 2010 sampai 2016, kenaikannya sangat-sangat rendah, bukan sesuatu yang sangat tidak signifikan," kata Akhmaloka.
Selain itu, saat ini jumlah mahsisiwa aktif di Indonesia per Januari 2017 mencapai 4,9 juta. Per Oktober lalu, jumlah mahasiswa aktif diperkirakan Akhmaloka mencapai sekitar 5-6 juta.
Dari seluruh mahasiswa aktif ini, Akhmaloka mengatakan sebagian besar atau sekitar 65 persen menggeluti bida sosial dan humaniora. Hanya sekitar 35 persen yang menggeluti bidang MIPA, kesehatan, teknik, atau pertanian.
"Unfortunately, kebutuhan tenaga kerja itu terbalik, 70 persen katanya (membutuhkan) orang-orang engineering, kesehatan, agriculture. Bukan maksud saya ilmu pendidikan atau ekonomi tidak penting, tapi barangkali kalau terlalu banyak, artinya tidak cukup orang di daerah engineering (kesehatan atau agrikultur)," papar Akhmaloka.