Ahad 21 Mar 2021 01:35 WIB

Menteri PPPA: Masih Ada Stigmatisasi terhadap Perempuan

'Stigma ini menyebabkan keengganan pengusaha dalam memperkerjakan perempuan pelaut.'

Red: Ratna Puspita
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga
Foto: SIGID KURNIAWAN/ANTARA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan masih terjadi stigmatisasi dan stereotip terhadap perempuan yang dapat merugikan. Konstruksi sosial membuat perempuan lebih rendah dari laki-laki.

"Kerentanan perempuan bukan disebabkan dirinya lemah melainkan karena stigmatisasi, stereotip dan konstruksi sosial yang berkembang di masyarakat menempatkan perempuan pada posisi yang lebih rendah dari laki-laki," kata Menteri PPPA Bintang saat membuka diskusi virtual tentang pelecehan dan kekerasan perempuan pelaut, dipantau dari Jakarta pada Sabtu (21/3).

Baca Juga

Hal itu terjadi dalam berbagai sektor, termasuk perempuan dalam bidang maritim dan perikanan. Stigmatisasi dan stereotip itu bagi pelaut perempuan sangat merugikan karena dapat mempengaruhi prospek dalam bekerja. Menurut Bintang, hal itu karena sampai saat ini masih ada stigma bahwa perempuan sebaiknya hanya bekerja pada ranah domestik.

"Stigma ini menyebabkan keengganan pengusaha dalam memperkerjakan perempuan pelaut," tambahnya.

Selain itu, ketika sudah mulai bekerja pelaut perempuan juga lebih rentan dalam modus tindak perdana perdagangan orang. Karena itu, dia memastikan bahwa pemerintah menaruh perhatian khusus terhadap isu perdagangan orang dengan salah satunya telah melakukan revisi aturan dan menambahkan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai anggota Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Dia juga menyebut bahwa Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sudah secara tegas melarang adanya tindakan diskriminasi bagi pekerja perempuan dan laki-laki. Selain itu, pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 juga menargetkan penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.Menurut data Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, sepanjang 2019 tercatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia atau naik dari 406.178 pada 2018.

 

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَّعَلَى الثَّلٰثَةِ الَّذِيْنَ خُلِّفُوْاۗ حَتّٰٓى اِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ اَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوْٓا اَنْ لَّا مَلْجَاَ مِنَ اللّٰهِ اِلَّآ اِلَيْهِۗ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوْبُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ࣖ
dan terhadap tiga orang yang ditinggalkan. Hingga ketika bumi terasa sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah (pula terasa) sempit bagi mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksaan) Allah, melainkan kepada-Nya saja, kemudian Allah menerima tobat mereka agar mereka tetap dalam tobatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.

(QS. At-Taubah ayat 118)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement