REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara dan Konstitusi Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar Fahri Bachmid menilai persidangan kasus Habib Rizieq Shihab (HRS) wajib digelar secara langsung dan tatap muka. Menurutnya, persidangan online yang berlangsung di PN Jaktim tidak memiliki basis legal konstitusional sebagaimana diatur dalam KUHAP.
Dia mengatakan, persidangan elektronik untuk perkara pidana secara teknis yuridis mengalami kendala hukum. Dia melanjutkan, Undang-Undang Nomor 8 Tahun tentang KUHAP tidak mengatur pranata persidangan yang demikian itu.
"Oleh karena paradigma hukum yang diatur dalam KUHAP hanya mengatur terdakwa, saksi serta ahli yang dinyatakan dalam sidang untuk hadir secara langsung," kata Fahri Bachmid dalam keterangan, Ahad (21/3).
Menurutnya, persidangan tatap muka dapat merujuk pada ketentuan Pasal 154, 159 dan 196 KUHAP. Lanjutnya, UU RI Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman mengatur persidangan dihadiri tiga orang hakim dibantu panitera serta mewajibkan penuntut umum dan terdakwa untuk hadir.
Dia mengatakan, kehadiran secara fisik terdakwa dan saksi di ruang sidang pengadilan, Fahri Bachmid, menyebut, diatur dalam ketentuan Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, norma Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dia berpendapat, dengan demikian ini merupakan basis legal-konstitusional atas pengaturan pola dan mekanisme persidangan.
"Ini merupakan problem yang sangat elementer dan tidak bisa direduksi oleh beleid di bawahnya semisal PERMA ataupun SEMA," katanya.