Ahad 21 Mar 2021 12:01 WIB

KPK Terima Penyerahan Data Korupsi Tanah DKI dari MAKI

Data yang diberikan MAKI berupa duplikat sertifikat tanah di beberapa tempat.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Jubir KPK Ali Fikri (kiri)
Foto: Republika/Thoudy Badai
Jubir KPK Ali Fikri (kiri)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima penyerahan data terkait dugaan pengadaan korupsi tanah DKI di Cipayung, Jakarta Timur. KPK mengaku akan segera mempelajari data yang diberikan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).

"Benar, kami telah menerima data dimaksud dan kami akan pelajari lebih lanjut," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Ahad (21/3).

Baca Juga

Dia mengatakan, KPK memastikan segala proses yang dilakukan dalam kegiatan penyidikan dilakukan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. KPK, sambung dia, berterima kasih atas peran serta masyarakat dalam mengawasi dan mengawal proses penyidikan perkara yang saat ini sedang dilakukan.

"Kami tegaskan segala perkembangan dari penanganan  perkara ini akan selalu kami infokan kepada masyarakat sebagai bentuk keterbukaan KPK," katanya.

Sementara, data yang diberikan MAKI berupa duplikat sertifikat tanah di Munjul, Pondok Rangon, Cipayung, Jakarta Timur. Dalam sertifikat itu juga terdapat luasan bidang tanah dari pengadaan yang dilakukan salah satu perusahaan BUMD DKI itu.

Lahan tersebut terdiri dari Sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 97, 98 dan 99 yang diterbitkan oleh Kantor BPN Jakarta Timur pada 31 Juli 2001 dengan masa berlaku hingga 31 Juli 2021. Lahan atas nama pemilik Yayasan Kongregasi Suster-Suster Carolus Borromeus dengan luas keseluruhan sekitar empat hektar.

Penyerahan data tersebut dilakukan pada Kamis (19/3) lalu. Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan, berdasar data itu terdapat hal-hal yang memperkuat telah terjadinya dugaan korupsi pembayaran pembelian lahan oleh PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan yang mengaku memiliki lahan tersebut.

Boyamin mengatakan, lahan tersebut dimiliki oleh yayasan sehingga tidak bisa dijual kepada sebuah perusahaan bisnis swasta. Hal ini berdasar ketentuan Pasal 37 Ayat (1) huruf B Undang-Undang Nomor 16 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2004 tentang yayasan.

Dia melanjutkan, aktivitas jual-beli tersebut patut diduga telah melanggar UU yaysan sehingga HGB tersebut dapat dicabut oleh pemerintah karena tidak sesuai peruntukannya. Sehingga pembayaran PD Sarana Jaya kepada sebuah perusahaan swasta patut diduga turut serta korupsi yang merugikan negara.

"Berdasar hal-hal tersebut, kami meminta segera diumumkan tersangka dan dilakukan penahanan," kata Boyamin lagi.

KPK sebelumnya mengaku tengah melakukan penyidikan soal dugaan korupsi terkait pengadaan tanah di Cipayung, Jakarta Timur. KPK mengungkapkan bahwa mereka telah menemukan dua bukti permulaan yang cukup guna melakukan penyidikan untuk selanjutnya menetapkan tersangka dalam dugaan rasuah tersebut.

Meski demikian, Ali mengatakan kalau KPK saat ini belum dapat menyampaikan detail kasus dan tersangkanya menyusul kebijakan pimpinan. Dia melanjutkan, KPK akan mengumumkan para pihak yang terlibat saat penangkapan atau penahanan para tersangka telah dilakukan.

Sementara, kasus yang dimaksut KPK adalah pembelian tanah di beberapa lokasi untuk Program DP 0 Rupiah Pemprov DKI oleh BUMD DKI Jakarta. Dari sembilan objek pembelian tanah yang diduga di markup, salah satunya yakni pembelian tanah seluas 41.921 m2 yang berada di kawasan Munjul, Pondok Ranggon.

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement