REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemain harpa, Rama Widi mengaku sangat kehilangan sosok Trisutji Djuliati Kamal pascaberita meninggalnya sang mastero musik klasik. Menurutnya komponis perempuan ini sudah seperti neneknya sendiri.
"Seperti yang kita tahu, beliau adalah salah satu maestro dalam dunia musik klasik di Indonesia, tapi bagi saya beliau sudah seperti Oma sendiri. Karena hubungan kami berdua bukan lagi terhubung karena pekerjaan sebagai musisi tetapi lebih personal yang dimana saling menjadi pendengar saat dua belah pihak sedang “curhat”," ujarnya kepada Republika, Ahad (21/3).
Pria yang memiliki nama lengkap Rama Andikha Widi mengatakan almarhumah adalah perempuan dan Ibu yang hebat dan kuat.
Ia mengaku sangat kehilangan sampai-sampai ia tak berhenti menangis usai mendengar kabar kepergian almarhumah. "Sangat sedih, dari tadi masih tidak berhenti air mata nih," ujarnya.
Rama mengatakan ia kenal dengan almarhumah sebelum tahun 2007 karena pada saat itu ia mendapat kesempatan untuk solo konser di Vienna Jazz Festival. Produser konser meminta Rama memainkan lagu yang ada nuansa Indonesianya. "Saya akhirnya ketemu beliau untuk berkenalan, dan minta izin," kata Rama.
Sejak itu almarhumah sering bertanya tentang tehnis harpa, karya beliau yang mana saja yang bisa dimainkan dengan harpa. Ia pun sering berkunjung ke rumah almarhumah ketika liburan ke Jakarta. Ia juga selalu meminta saran dan masukan untuk lagu-lagu yang sedang dipelajari di Vienna Konservatorium.
"Beliau itu pendengar yang sangat baik. Walaupun saya jauh, beliau suka ngecek saya, apa saya baik-baik saja waktu kuliah di Vienna dan selalu tangan terbuka untuk mendengarkan curhatan saya, strugle yang saya hadapi sebagai musisi maupun sebagai individu manusia," ujarnya.
Almarhumah memang jauh sangat senior di dunia musik klasik Indonesia, tapi almarhumah hadir bukan hanya sebagai orang yang sangat dihormati, tapi sebagai teman juga. Teman curhat lebih tepatnya.
"Waktu saya kompetisi di Israel, saat itu selama 50 tahun kompetisi ini diadakan, saya terpilih jadi orang Asia Tenggara pertama dan beliau melihat saya sangat tertekan. Tambah lagi, konflik lagi memanas tahun itu, di berita benar-benar roket semua yang muncul di tv dan malah tidak bisa enjoy untuk bermain. Beliau minta saya telp sebelum naik panggung, mau berdoa bareng, mendoakan cucu," ungkapnya.
Rama bahkan mengatakan sebenarnya almarhumah saat itu ingin ikut pergi ke Israel, hanya saja dilarang oleh Rama karena situasi di Israel lagi sangat memanas.
"Saya sangat sedih. Apalagi saya tidak sempat ketemu beliau lagi karena situasi pandemi, disatu sisi saya mau banget ketemu melepas kangen, tapi di satu sisi saya juga takut untuk berkunjung ke Bali tahun lalu karena orang tua saya komorbid. Dan saya pergi ke sana pun belum tentu saya bersih kan pas di pesawat dan sebagainya. Saya selalu bilang, nanti ya Oma setelah pandemi selesai kita ngemall lagi dan sudah tidak ada lagi kesempatannya," katanya