REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menaikkan biaya emisi karbondioksida untuk mencegah pemanasan global. Hal tersebut menjadi salah satu rekomendasi dari OECD melalui survei ekonomi terhadap Indonesia di 2021.
Sekretaris Jenderal OECD Angel Gurria mengatakan langkah menaikkan harga karbon akan memengaruhi lingkungan Indonesia dan dunia hingga 15 tahun ke depan.
“Saya akan membuat pernyataan berdasarkan sains, dan akan saya terus ulangi. Pasang harga tinggi pada karbon,” ujarnya seperti dikutip paparan OECD, Senin (22/3).
Menurutnya, menaikkan harga karbon tidak hanya berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca global (GHG). Adapun harga karbon yang tinggi dapat mengekang pengrusakan keanekaragaman hayati (biodiversity) dan melindungi masyarakat lokal.
Menteri Keuangan Sri Mulyani lalu merespons aspek lingkungan menjadi fokus pemerintahan, bahkan Presiden Joko Widodo, yang dapat terlihat dari sisi kebijakan dan tindakan. Adapun sesuai dengan kesepakatan Paris Agreement, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi emisi karbon sebesar 29 persen oleh usaha dari dalam negeri dan 42 persen apabila mendapat dukungan internasional pada 2030.
“Saya sampaikan hari ini bahwa rekomendasi yang (OECD) sampaikan telah kami implementasikan dalam bentuk kebijakan,” ucapnya.
Menurut Sri Mulyani, kebijakan terkait lingkungan yang telah bergulir akan membantu peranannya sebagai co-chair dalam the Coalition of Finance Ministers for Climate Action, serta Indonesia sebagai tuan rumah dari G20 pada 2022.