REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan perkara nomor 12/PHP.BUP-XIX/2021 terkait perselisihan hasil pemilihan bupati (Pilbup) Sekadau, Kalimantan Barat (Kalbar). MK memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sekadau melakukan penghitungan suara ulang di seluruh tempat pemungutan suara (TPS) di Kecamatan Belitang Hilir.
"Di seluruh TPS pada Kecamatan Belitang Hilir dalam tenggang waktu paling lama 30 hari kerja sejak diucapkannya Putusan Mahkamah ini," ujar Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan, Jumat (19/3).
Anwar mengatakan, hasil dari pelaksanaan penghitungan suara ulang tersebut ditetapkan KPU setelah digabungkan dengan perolehan suara yang tidak dibatalkan berdasarkan Keputusan KPU Sekadau Nomor 372/PL.02.6-Kpt/6109/KPU-Kab/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pilbup Sekadau Tahun 2020, bertanggal 15 Desember 2020.
Selanjutnya dituangkan dalam keputusan baru mengenai hasil akhir perolehan suara masing-masing pasangan calon (paslon) dalam Pilbup Sekadau. Di samping itu, MK juga memerintahkan KPU melakukan supervisi dan koordinasi dengan KPU Kalbar dan KPU Sekadau dalam rangka pelaksanaan amar putusan ini.
Hakim MK Enny Nurbaningsih menerangkan, kejadian tidak tersegelnya amplop berisi formulir D.Hasil Kecamatan-KWK, formulir D.Daftar Hadir Kecamatan-KWK, dan formulir D.Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Kecamatan-KWK serta ditempatkannya formulir C.
Hasil-KWK Hologram dari seluruh TPS di Kecamatan Belitang Hilir dalam satu kotak, tidak dapat dikategorikan sebagai sebuah kekhilafan atau human error semata. Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) huruf c Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2020, segel yang disediakan sebagai perlengkapan rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan terdiri dari tujuh lembar.
MK menilai, apabila Ketua dan Anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Belitang Hilir melaksanakan tugas dan kewajibannya sesuai prosedur, maka kelebihan atau sisa dari segel yang seharusnya ditempelkan di amplop tersebut dapat segera terkoreksi di tingkat kecamatan.
Kemudian, Enny melanjutkan, proses pencocokan antara data dalam formulir Model C.Hasil-KWK dan formulir Model D.Hasil Kecamatan-KWK pun harus dilakukan sesuai Pasal 15 dan Pasal 15A PKPU 19/2020, yakni secara berurutan. Dimulai dari TPS pertama hingga proses selesai, termasuk telah menyelesaikan apabila terdapat kejadian khusus dan/atau keberatan yang terjadi di TPS, kemudian dilanjutkan dengan TPS berikutnya hingga TPS terakhir.
Oleh karena itu, tindakan PPK Belitang Hilir yang ingin membuktikan apakah perbaikan pada rekapitulasi hasil penghitungan suara di tingkat kecamatan telah dituangkan dalam formulir Model C.Hasil-KWK dengan meletakkan dokumen-dokumen tersebut ke dalam satu kotak, merupakan tindakan yang melanggar Pasal 18 ayat (1) PKPU 19/2020.
Meskipun tindakan tidak menyegel sampul yang berisi formulir D.Hasil Kecamatan-KWK, formulir D.Daftar Hadir Kecamatan-KWK, dan formulir D.Kejadian Khusus dan/atau Keberatan Kecamatan-KWK serta ditempatkannya formulir Model C.Hasil-KWK Hologram dari seluruh TPS di Kecamatan Belitang Hilir dalam satu kotak telah ditindaklanjuti, tetapi tindak lanjut tersebut tidak menjamin kemurnian perolehan suara pasangan calon.
Sebab, MK belum mendapatkan keyakinan terhadap fakta hukum di atas terutama terkait dengan tidak terdapatnya perubahan perolehan suara pada masing-masing pasangan calon. Oleh karena itu, MK memandang perlu dilaksanakannya penghitungan suara ulang.
"Untuk melindungi kemurnian hak konstitusional warga negara serta menjaga prinsip-prinsip penyelenggaraan Pilkada yang demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, Mahkamah memandang perlu untuk dilakukannya penghitungan surat suara ulang di seluruh TPS yang terdapat pada Kecamatan Belitang Hilir," kata Enny.