REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Uni Eropa akan menjatuhkan sanksi kepada 11 pejabat di Myanmar, karena tuduhan tindakan kekerasan terhadap pengunjuk rasa. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell.
"Kami akan mengambil sanksi terhadap 11 orang yang terlibat dalam kudeta dan penindasan para demonstran," kata Borrell ketika hendak memimpin pertemuan Menlu Uni Eropa, dikutip dari AP Senin (22/3) .
Ia mengatakan, Junta militer Myanmar mencegah Parlemen bersidang pada 1 Februari lalu. Militer mengklaim bahwa pemilu November silam, yang dimenangkan oleh partai Aung San Suu Kyi secara mutlak dinodai oleh penipuan. Klaim tersebut juga ditegaskan oleh Komisi pemilihan yang mengkonfirmasi kemenangan itu, namun telah digantikan oleh junta.
Alhasil, kudeta tersebut menghambat laju demokrasi yang memang sudah tersendat selama lima periode di Myanmar. Dalam menghadapi pemogokan dan protes yang terus-menerus terhadap pengambilalihan, junta menanggapi dengan tindakan keras yang semakin meningkat dan upaya untuk membatasi informasi yang sampai ke dunia luar.
Hingga kini, akses internet dibatasi, surat kabar swasta dilarang terbit, dan pengunjuk rasa, jurnalis hingga politikus ditangkap dalam jumlah besar.