REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pertempuran Çanakkale, atau juga disebut Pertempuran Gallipoli, yang pecah antara pasukan Ottoman dan Sekutu, pada Februari 1915 dan berlanjut hingga Januari 1916, adalah salah satu pertempuran yang terjadi selama Perang Dunia I.
Barisan negara dalam Pasukan Sekutu itu berasal dari Prancis, Inggris, dan Rusia. Tujuannya adalah untuk menguasai dan menduduki Astana yang sekarang menjadi Istanbul.
Dimulai pada September 1914, Winston Churchill, yang pada saat itu menjadi Pangeran Angkatan Laut Inggris, menetapkan rencana untuk menyerang Gallipoli.
Dia bertujuan untuk mendapatkan kendali rute laut dari Eropa ke Rusia, dan untuk mengamankan pasukan Inggris yang ditempatkan di Timur Tengah. Dia juga bermaksud menyingkirkan ancaman Ottoman dengan menduduki Selat Dardanelles, sebuah lorong sempit yang menghubungkan Laut Aegea dengan Laut Marmara di barat laut Turki. Barulah kemudian menguasai Astana.
Seyit Ali Çabuk atau yang biasa disebut Kopral Seyit, dianggap sebagai salah satu tokoh penting dalam perang, setelah mengambil sikap berani yang membuktikan keinginan Ottoman untuk memenangkan pertempuran. Saat itu Seyit bertanggung jawab atas barak Majidiya di barat kota.
Catatan Turki menyebutkan, ketika kapal-kapal Inggris mulai mencoba menyerbu kota Çanakkale, yang menghadap ke Dardanella, Kopral Said memerintahkan pasukannya untuk menargetkan kapal-kapal Inggris dengan tembakan dan peluru artileri.
Untuk mendukung artileri agar terus membom kapal-kapal Sekutu, Said membawa peluru yang masing-masing seberat sekitar 276 kilogram, di punggungnya. Untuk diketahui, sebuah desa di dekat Balik Asir dinamai menurut namanya sebagai penghargaan atas kepahlawanannya.
Dalam Perang Gallipoli, pun ternyata ada keterlibatan orang Arab yang ikut bertempur membela Pasukan Ottoman. Sejarawan Turki Anas Demir mengungkapkan peran penting yang dimainkan orang Arab yang melawan Sekutu di pihak tentara Ottoman dalam Pertempuran Gallipoli.
Demir menerbitkan nama-nama beberapa martir yang tewas dalam pertempuran tersebut, terutama dari kota Aleppo, Al-Bab, Idlib dan Lattakia di Suriah, kota Gaza di Palestina, dan Baghdad, Irak.
Demir menyatakan, Aleppo sendiri telah mempersembahkan 551 martir, disusul Al-Bab dengan 96 martir. Sementara itu, sejarawan Australia Gursel Junko menjelaskan bahwa sekitar 300 ribu pejuang Arab telah berperang untuk tentara Ottoman, sejak dimulainya Perang Dunia I.
Selain itu, dua pertiga dari pasukan Mustafa Kemal Ataturk di Divisi ke-19 adalah warga Suriah. Hingga hari ini, makam para martir Arab masih ada dan didistribusikan di negara-negara Turki, terutama di kota Çanakkale dan Bursa, tetapi sayangnya sebagian besar kuburan ini bertuliskan nama kota-kota tempat para martir diturunkan saja.
Sumber: arabicpost