REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Setelah hijrah dari Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW juga membangun masjid sebagai lambang perabadan, yaitu Masjid Nabawi. Sebagai pemimpin, Nabi tidak hanya menjadikan masjid tersebut sebagai tempat ibadah tapi juga untuk melakukan berbagai bentuk aktifitas muamalah.
Secara fisik, menurut buku Belajar Seni Memimpin pada Muhammad karya Erjati Abas M Ag, masjid itu dijadikan tempat umat melaksanakan ibadah sholat lima waktu. Dengan bertemu di masjid, praktik-praktik keberagamaan Islam pun kemudian dapat disosialisasikan dan diterapkan bersama.
Selain menyangkut ibadah wajib dan sunnah, masjid saat itu juga sudah difungsikan sebagai tempat berembuk dan memusyawarahkan perkara hidup sehari-hari, mulai dari masalah jual beli, perkawinan, pembagian hak waris, dan bertetangga secara baik dengan kaum Yahudi dan Nasrani.
Sejak tahun pertama Nabi berdakwah di Madinah, persoalan-persoalan kemasyarakatan pun mulai mendapatkan kepastian, kemudian diterapkan dan dilembagakan secara baik. Menurut penulis, hal ini sejalan dengan datangnya wahyu Allah SWT, yang secara berangsur-angsur menjawab berbagai persoalan yang dihadapi Nabi dalam membimbing umatnya.
Rasulullah SAW juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Beliau kerap mengajarkan ajaran agama Islam di Masjid Nabawi. Tradisi seperti ini terus berlanjut sampai sekarang. Di Masjid Nabawi, sesudah sholat Magrib dan sesudah sholat Subuh biasanya terdapat halaqoh-halaqoh kecil yang mengkaji Alquran yang dipimpin seorang syekh atau guru.
Para tokoh umat Islam di Indonesia saat ini juga sudah mulai mendorong untuk membangun peradaban Islam Indonesia berbasis masjid. Mereka mengajak agar masjid tidak hanya digunakan sebagai tempat ibadah saja, akan tetapi perlu diperluas menjadi pusat pengembangan peradaban Islam.
Ketika menetap di Madinah, Nabi tidak hanya membangun masjid tapi juga membuat suatu perjanjian tertulis yang dikenal dengan Piagama Madinah, yaitu merupakan suatu perjanjian formal antara Nabi Muhammad dengan semua suku yang ada di Yastrib, sebutan Madinah ketika itu.
Inilah dokumen politik Nabi Muhammad yang telah menetapkan adanya kebebasan beragama dan kebebasan menyatakan pendapat. Sebagai pemimpin, menurut penulis, Nabi telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu.
Akhirnya, seluruh kota Madinah dan sekitarnya menjadi lebih terhormat bagi seluruh umat. Seluruh penduduk Madinah berkewajiban mempertahankan kota Madinah dan mengusir setiap serangan yang datang dari luar. Mereka harus bekerjasama guna menghormati segala hak dan segala macam kebebasan yang sudah disetujui bersama dalam Piagam Madinah.
Islam sendiri adalah agama perdamaian. Dengan landasan Piagam Madinah tersebut, menurut penulis, berarti Nabi telah memimpin gerak besar masyarakat untuk menerapkan prinsip-prinsip masyarakat damai.