Senin 22 Mar 2021 22:40 WIB

GP Ansor Minta Rencana Impor Beras dan Garam Dibatalkan

GP Ansor menilai impor beras dan garam hanya akan merugikan petani

Rep: Alkhaledi Kurnialam/ Red: Nashih Nashrullah
GP Ansor menilai impor beras dan garam hanya akan merugikan petani. Ilustrasi gudang beras Bulog
GP Ansor menilai impor beras dan garam hanya akan merugikan petani. Ilustrasi gudang beras Bulog

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Gerakan Pemuda (GP) Ansor meminta pemerintah segera membatalkan rencana impor beras dan garam. Kebijakan tersebut dinilai akan banyak merugikan para petani di Indonesia. 

Ketua Bidang Pertanian dan Kedaulatan Pangan GP Ansor, Adhe Musa Said, mengatakan Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki riwayat peradaban yang panjang. Dengan fakta ini, maka rencana pemerintah untuk mengimpor beras dan garam yang terus berulang adalah kebijakan ironis. 

Baca Juga

"Kebijakan impor pangan, baik beras maupun garam sudah saatnya diakhiri karena selalu mengorbankan nasib petani. Di sisi lain selama ini petani sudah begitu bersabar menerima kebijakan pemerintah di sektor pertanian yang kadang tidak berpihak pada petani," katanya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Senin (22/3). 

Adhe mengungkapkan, rencana impor beras juga kontraproduktif dengan realita kebutuhan di lapangan. Karena saat ini musim panen padi di beberapa daerah sedang berlangsung yang membuat komoditas ini cenderung melimpah. 

Persediaan beras nasional saat ini juga dikatakan masih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan domestik. Hal ini didasarkan pada data Kementerian Pertanian yang menyatakan stok beras nasional hingga Mei 2021 diperkirakan mencapai 24,90 juta ton, didorong hasil panen raya selama Maret-April. Sementara kebutuhan beras nasional diproyeksi mencapai 12,3 juta ton, sehingga neraca beras hingga akhir Mei masih akan surplus sebesar 12,56 juta ton.  

"Jika kebijakan impor beras ditujukan sebagai bagian dari operasi pasar untuk menyeimbangkan harga beras, keefektifannya pun patut diragukan. Sebab momentumnya menjelang panen raya," katanya.  

Dia juga menilai kebijakan impor beras yang terus dilakukan dari tahun ke tahun melalui Kementerian Perdagangan, mencerminkan inkonsistensi pemerintah untuk mewujudkan kemandirian pangan. 

"Untuk itu saya menginstruksikan kepada seluruh jajaran GP Ansor di seluruh Indonesia, harus menjadi garda terdepan dalam menggalang suara publik guna mengkritisi kebijakan impor beras. Sudah seharusnya GP Ansor berdiri di belakang petani dan menjadi penyambung suara mereka," katanya.  

Menurutnya, dampak jangka panjang dari kebijakan impor beras yang terus berulang telah merugikan petani dan akan mematikan semangat petani untuk melanjutkan aktivitasnya. Dia juga menyebut kebijakan ini bukanlah solusi yang bermartabat untuk menjawab kebutuhan pangan bangsa. 

GP Ansor, kata Adhe, menagih tanggung jawab pemerintah untuk mengoptimalkan segala upaya untuk mewujudkan kemandirian pangan bangsa. 

Langkah yang bisa dilakukan antara lain dengan membangun sistem dan kelembagaan pertanian domestik yang mendorong peningkatan produktivitas serta kualitas produksi beras nasional. Hal ini bisa dilakukan dengan bertumpu pada sistem pertanian keluarga atau rumah tangga tani yang menghargai dan mengutamakan kesejahteraan petani.  

Adhe juga mengingatkan pentingnya langkah promosi untuk mendorong keragaman pangan pokok berbasis pangan lokal sesuai potensi yang ada di setiap daerah. 

"Diversifikasi pangan merupakan salah satu kunci mewujudkan kemandirian dan kedaulatan pangan," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement