REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas merupakan langkah mutlak yang harus dilakukan guna menghadapi tantangan era industri 4.0. Tak hanya mengandalkan kemampuan akademis, kualitas SDM generasi muda Indonesia juga perlu didongkrak melalui berbagai keterampilan lunak atau soft skills guna meningkatkan kecerdasan emosional yang kelak mampu membawa bangsa Indonesia sebagai bangsa pemenang di kemudian hari. Salah satu soft skills penting ialah public speaking, yang akan memudahkan generasi muda dalam menyampaikan visi dan gagasannya kepada pengikutnya.
Pentingnya kemampuan berbicara di depan umum ini diulas secara mendalam oleh Digital Content Producer VOA Indonesia, Rendy Wicaksana, saat menjadi pemateri “Public Speaking 4.0” di dalam pelatihan Leadership Development Djarum Beasiswa Plus 2021. Kegiatan yang digelar secara virtual ini berlangsung sepanjang Maret 2021 yang diikuti tak kurang dari 522 Beswan Djarum Angkatan 2020/2021 dari 93 perguruan tinggi di Indonesia.
Pada pelatihan ini, Rendy menuturkan, kemampuan berbicara di depan umum merupakan salah satu kunci meraih kesuksesan di masa mendatang. Pasalnya, dengan kemampuan berbicara di hadapan umum yang baik, seseorang dapat meyakinkan ide dan gagasannya kepada orang lain.
“Ditambah lagi dengan pesatnya teknologi seperti saat ini di mana kita dapat menyampaikan ide, gagasan dan solusi terhadap sebuah masalah secara virtual, tanpa perlu bertatap muka langsung. Dengan kemudahan teknologi dan kemampuan public speaking yang mumpuni, apa yang kita sampaikan harus dipahami dengan tepat. Inilah yang disebut Public Speaking 4.0, yakni memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menyampaikan gagasan dengan tepat dan ringkas,” kata Rendy memaparkan, Senin (22/3).
Pria yang juga alumni Beswan Djarum angkatan 27 ini menuturkan, agar gagasan atau ide kita dapat diterima orang lain dengan baik, pertama, memahami secara mendalam materi yang akan disampaikan. Seorang pembicara harus menerapkan metode design thinking dalam melakukan riset mendalam terkait topik dan sumber informasi yang akan digunakan
Yang kedua, lanjut Rendy, temukan pola yang menarik saat menyampaikan materi tersebut. “Karena saat berbicara di depan umum, 10 detik pertama menjadi penentu apakah seorang pembicara dapat berkomunikasi dengan baik dan menarik. Seorang pembicara harus memiliki kreativitas yang luas untuk menciptakan kesan yang menarik, dengan demikian target yang dituju akan tertarik untuk mendengarkan pesan atau informasi yang hendak disampaikan,” kata dia menjelaskan.
Untuk menciptakan kesan pertama yang menarik saat berbicara di depan umum, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang pembicara. Hal-hal itu adalah kepercayaan diri, vokal yang jelas, gerakan tubuh, dan kontak mata. Kepercayaan diri adalah modal utama bagi seseorang saat berbicara di depan umum. Kepercayaan diri yang ditunjukkan oleh pembicara dapat merefleksikan penguasaan materi dan keyakinan pembicara akan informasi yang disampaikan.
“Berbicara di depan umum bukanlah talenta yang diperoleh seseorang sejak lahir, oleh sebab itu setiap orang dapat mempelajari dan mengasah kemampuannya masing-masing. Diperlukan banyak latihan dan pengalaman untuk berbicara di depan umum dengan baik. Kita bisa menonton atau mendengarkan pembicara lain saat menyampaikan suatu informasi. Melalui referensi tersebut, kosakata kita akan semakin bertambah dan cara berkomunikasi kita pun akan semakin lancar,” kata Rendy menjelaskan.
Sementara itu, Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation, Lounardus Saptopranolo menuturkan, bahwa tujuan utama pemberian materi “Public Speaking 4.0” ini ialah guna melatih generasi muda khususnya Beswan Djarum. Khususnya, untuk menumbuhkan kepercayaan diri dan mampu menyampaikan ide dan gagasannya dengan baik di tengah masyarakat. Diha rapkan, soft skills ini dapat mendorong generasi muda berkontribusi lebih dalam membangun bangsa.
“Tak hanya itu, seiring perkembangan teknologi, kita juga harus mempelajari cara menyampaikan ide dan gagasan di depan umum baik secara langsung (tatap muka) maupun secara tidak langsung (virtual), sehingga ide dan gagasan yang dimiliki dapat ditelaah dan diterima dengan baik,” ujar Sapto menjelaskan.