REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru terkait penerapan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi oleh industri keuangan non bank (IKNB). Adapun sejumlah aspek harus dipenuhi, mulai dari komite khusus hingga kepemilikan pusat data di dalam negeri.
Ketentuan itu tercantum dalam Peraturan OJK (POJK) 4/2021 tentang Penerapan Manajemen Risiko dalam Penggunaan Teknologi Informasi oleh Lembaga Jasa Keuangan Non Bank (LJKNB). Beleid itu ditetapkan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso pada 9 Maret 2021.
POJK 4/2021 mulai berlaku sejak 17 Maret 2021 setelah diundangkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Yasonna H. Laoly. Beleid itu berlaku bagi seluruh jenis LJKNB, mulai dari asuransi, perusahaan pembiayaan, pergadaian, dana pensiun, hingga badan penyelenggara jaminan sosial atau BPJS.
Wimboh menjelaskan aturan itu terbit mengingat perkembangan teknologi informasi (TI) yang sangat cepat tetapi satu sisi bersifat disruptif. Adapun sektor IKNB pun didorong untuk meningkatkan penggunaan TI agar menggenjot produktivitas dan bisnisnya.
Dari sisi lain, penggunaan TI memiliki potensi risiko yang dapat merugikan perusahaan terkait dan konsumennya. Oleh karena itu, IKNB harus dapat menerapkan manajemen risiko yang memadai dalam penggunaan TI dengan mengedepankan manajemen risiko dalam penggunaan teknologi informasi (MRTI).
"Hingga saat ini belum seluruh jenis LJKNB memiliki pengaturan mengenai MRTI, sementara pengaturan yang ada bagi beberapa jenis LJKNB memiliki cakupan pengaturan yang terbatas. Oleh sebab itu perlu adanya pengaturan mengenai penerapan MRTI bagi LJKNB secara komprehensif untuk seluruh LJKNB dalam satu POJK," tulis Wimboh dalam ringkasan POJK 4/2021 yang dipublikasikan, Selasa (23/3).