REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Para pengunjuk rasa memblokir jalan-jalan utama di ibu kota Lebanon, Beirut pada Senin (22/3). Aksi unjuk rasa terjadi setelah pertemuan politik kembali gagal membawa hasil pada pembentukan pemerintahan baru.
Sekelompok anak muda membakar sampah dan memblokir jalan menuju tujuan penting di berbagai bagian ibu kota, termasuk bandara. Unjuk rasa juga terjadi di tengah penurunan tajam pound Lebanon dengan nilai tukar turun 2.300 terhadap dolar AS, membawa harganya menjadi sekitar 14.000 pound per 1 dolar AS di pasar gelap.
Dikutip Sputniknews, sebelum unjuk rasa tersebut, Perdana Menteri Saad Hariri mengatakan bahwa dia telah menolak tawaran Presiden Michel Aoun untuk membentuk pemerintahan. Penolakan itu karena presiden berusaha memberikan hak veto kepada sekutunya dalam pemerintahan.
Pada pertengahan Maret, Aoun mengatakan bahwa Hariri harus mengundurkan diri kecuali berhasil membentuk kabinet baru. Perdana menteri pun mengundang presiden untuk segera menandatangani kesepakatan tentang pembentukannya.
Sebagai tanggapan, Hariri menawarkan untuk mengadakan pemilihan presiden lebih awal jika Aoun tidak menandatangani keputusan tentang pembentukan pemerintahan. Menurut konstitusi Lebanon, persetujuan presiden penting karena tanpa persetujuannya itu tidak bisa disahkan. Namun, konstitusi juga tidak memberikan dasar apapun bagi pengunduran diri Hariri.