Selasa 23 Mar 2021 12:55 WIB

DLHK: Kualitas Air Sungai di Kota Bandung Kurang Baik

Dampaknya pengolahan air sungai menjadi air baku PDAM lebih berat dan biayanya mahal

Rep: fauzi ridwan/ Red: Hiru Muhammad
Sejumlah petugas dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, membersihkan endapan lumpur anak Sungai Cikapayang, di komplek Balai Kota Bandung, dipersiapkan untuk ditanamai ikan nila merah, Rabu (12/8). Keberadaan ikan tersebut, selain bagian dari estetik, juga berfungsi sebagai bioindikator kualitas air sungai.
Foto: Edi Yusuf/Republika
Sejumlah petugas dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Bandung, membersihkan endapan lumpur anak Sungai Cikapayang, di komplek Balai Kota Bandung, dipersiapkan untuk ditanamai ikan nila merah, Rabu (12/8). Keberadaan ikan tersebut, selain bagian dari estetik, juga berfungsi sebagai bioindikator kualitas air sungai.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG- Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung mengungkapkan kualitas air sungai di Kota Bandung pada tahun 2020 dikategorikan kurang baik. Akibatnya, biaya pengolahan air sungai yang dilakukan oleh perusahaan daerah air minum (PDAM) menjadi air baku akan lebih tinggi.

"Indek kualitas air di Kota Bandung 3 tahun terakhir dibawah 50 artinya kualitas air sungai di Kota Bandung kurang baik, kita kisaran pada tahun 2020, 45,62," ujar Kasi Pencegahan, Pencemaran Lingkungan dan Dampak Perubahan Iklim DLHK Kota Bandung, Deti Damayanti di Balai Kota Bandung, Selasa (23/3).

Ia menuturkan, dengan kondisi tersebut maka dampaknya pengolahan air sungai menjadi air baku oleh PDAM lebih berat dan membutuhkan biaya tinggi. Biaya yang dibebankan kepada pemerintah melalui subsidi turut akan dibebankan kepada masyarakat sebagai pelanggan."Konsekuensi meningkatkan harga pengolahan air sehingga dibebankan ke pemerintah dalam bentuk subsidi dan masyarakat yang akan mendapatkan dampak," katanya.

Deti menjelaskan, penyebab kualitas air sungai di Kota Bandung yang kurang baik diantaranya karena pencemaran yang dilakukan oleh masyarakat maupun pelaku usaha. Sebanyak 80 persen pencemaran pada air sungai berasal dari air limbah domestik yang berasal dari masyarakat maupun dari karyawan pabrik.

Oleh karena itu, pihaknya mendorong agar perusahaan-perusahaan diharuskan mengurus persetujuan pengolahan air limbah domestik disamping air limbah B3. Sedangkan bagi masyarakat didorong terus agar terbentuk IPAL komunal atau septitank untuk warga."Dominan air limbah domestik, tidak tutup mata dari pelaku usaha itu harus tetap dikelola," katanya.

Sementara itu, Kasi Konservasi Air Tanah DLHK Kota Bandung, Salman Faruq mengatakan kebutuhan air bersih yang terus meningkat berkontribusi terhadap penyusutan air tanah. Namun begitu, kewenangan pemerintah Kota Bandung hanya pada aspek mendorong konservasi air tanah."Air tanah kian menyusut," katanya.

Ia melanjutkan, izin pengeboran air tanah yang dilakukan oleh hotel dan pelaku usaha berada di tingkat provinsi Jawa Barat. Sedangkan izin pengeboran di tingkat rumah tangga tidak diatur. "Kami mengimbau agar menggunakan air seefisien mungkin," katanya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement